Bisnis.com, DENPASAR – Bank perkreditan rakyat di Bali yang mencapai 136 BPR idealnya melakukan merger sehingga menjadi 40 sampai 50 BPR agar memiliki kinerja yang lebih sehat.
Pemerhati perbankan dan UKM Viraguna Bagoes Oka mengatakan likuidasi BPR Legian memberi pelajaran bagi lembaga keuangan serupa di Bali agar tidak main-main dengan pengelolaan dana masyarakat yang seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab dan penuh kehati-hatian.
“Sebetulnya sejak 2015 Otoritas Jasa Keuangan telah memberi sinyal agar BPR sukarela dan kreatif untuk merger untuk memperkuat permodalan,” ujarnya pada Senin (24/6/2019).
Menurut Oka yang mantan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, saat ini jumlah BPR di Bali sudah berlebih apalagi dengan struktur permodalan yang minim.
Dengan melakukan merger menjadi 40 - 50 BPR bakal mempunyai modal yang lebih kuat, struktur non-performing loan (NPL) terkendali, SDM kompeten, dan ditunjang teknologi terkini.
Oka berharap dengan upaya merger tersebut tidak ada lagi likuidasi dan membuat kepercayaan masyarakat terhadap BPR tetap terjaga.
Dia menambahkan jangan ada lembaga yang bernasib seperti Bank Aken, Bank Perniagaan Umum, Balido Group, Bank Dagang Bali, Bank Sri Partha, hingga Bank Sinar Harapan Bali yang kini tak ada lagi namanya di Bali.
“Semoga pola pikir para pengelola keuangan BPR, koperasi, lembaga perkreditan desa (LPD) dan lembaga yang berkaitan dengan penghimpunan dan pengelolaan dana masyarakat bisa berjalan lebih baik oleh pelaku usaha yang kompeten, komitmen tinggi, konsisten dan terpercaya,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Moneter dan Fiskal Kadin Bali Ida Bagus Kade Perdana mengatakan hal senada, penutupan BPR Legian memberikan pelajaran dan menjadi momentum untuk mengantisipasi risiko bank serupa lainnya.
“Ya, OJK perlu segera membuat aturan tegas yang bisa memaksa BPR melakukan merger agar lebih kuat dan berdaya mengelola dana masyarakat,” ucapnya.
Pada Jumat (21/6/2019) lalu OJK mencabut izin PT Bank Perkreditan Rakyat Legian melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK No. Kep-103/D.03/2019 karena pemegang saham dan pengurus tidak mampu melakukan penyehatan terhadap BPR dalam jangka waktu pengawasan khusus sesuai dengan ketentuan yakni 2 bulan sejak 28 Maret hingga 28 Mei 2019.
Penetapan status bank dalam pengawasan khusus (BDPK) BPR Legian disebabkan permasalahan pengelolaan manajemen yang tidak mengacu pada prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik.