Bisnis.com, NUSA DUA – Proyek One Belt One Road China diyakini dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia. Dari 28 kerja sama antara Indonesia dan China dalam kerangka tersebut, nilainya mencapai US$91 miliar, atau lebih dari Rp1.288 triliun.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman Ridwan Djamaluddin. Menurutnya, nilai proyek terbesar berada di Kalimantan Utara (Kaltara) dengan proyek hydropower.
Secara umum, berdasarkan pengajuan bisnis, Pemerintah Indonesia menawarkan dua kelompok proyek prioritas. Kelompok pertama mencakup empat koridor wilayah yakni Sumatera Utara (Sumut), Kaltara, Sulawesi Utara (Sulut), dan Bali.
Sementara itu, kelompok kedua terdiri atas beberapa proyek di Sumatera Selatan (Sumsel), Riau, Jambi, dan Papua.
“[Sebanyak] 28 proyek itu yang terpilih dengan prinsip kalau sesama badan usaha tidak sepakat, kota enggak punya alasan menahan, yang penting kita memfasilitasi,” tutur Ridwan, Kamis (21/3/2019) malam.
Dia mengatakan kerja sama proyek ini akan sangat menguntungkan bagi Indonesia. Misalnya, kerja sama terkait Pelabuhan Kuala Tanjung diharapkan mampu menarik lebih banyak shipping line.
“Kita bangun pelabuhan bagus dan jalan tol banyak tetapi kita ingin dikembangkan dengan baik,” ujar Ridwan.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan tahap pertama proyek skala besar dari inisiatif One Belt One Road (OBOR) akan ditandatangi pada bulan depan. China sudah menyiapkan rancangan kerangka perjanjian bersama untuk bekerja sama di Kuala Tanjung, sebagai proyek tahap pertama.
Selanjutnya, ada beberapa proyek kerja sama lain yang telah disepakati seperti Kawasan Industri Sei Mangkei dan kerja sama strategis pada Bandara Internasional Kualanamu untuk tahap kedua.
“Tahap pertama hampir selesai dengan nilai proyek beberapa miliar dolar AS yang akan ditandatangi pada waktunya, dalam satu bulan ke depan,” tukasnya.