Bisnis.com, DENPASAR – Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya mengatakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pulau Dewata kemungkinan akan diubah dan disesuaikan jika nantinya Pelabuhan Benoa lebih fokus pada dermaga cruise (kapal pesiar) daripada dermaga kapal ikan.
Menurut RTRW, Pelabuhan Benoa di Denpasar dikhususkan untuk dermaga kapal ikan. Sementara itu, dermaga kapal cruise (pesiar) dikhususkan di Pelabuhan Tanah Ampo, Karangasem. Namun, dalam perkembangannya Pelabuhan Tanah Ampo tersebut tidak berfungsi optimal.
Menurutnya, dermaga cruise dengan dermaga kapal ikan tidak cocok ditempatkan dalam satu wilayah. Sebab, dermaga kapal ikan cenderung memberikan kesan kotor dan tidak sesuai bersanding dengan dermaga cruise yang bertaraf internasional.
Apalagi, selama ini dermaga kapal ikan menurutnya tidak berjalan dengan baik. Seperti lewat adanya kabar bahwa setiap kapal ikan yang masuk ke dermaga tanpa melakukan pelaporan terlebih dahulu.
Di lain sisi, Pelindo III (pengelola Pelabuhan Benoa) saat ini terlihat lebih mendorong rencana perluasan terminal internasional dan pengerukan dermaga untuk memudahkan masuknya kapal cruise ukuran besar yang mampu memuat hingga 5.000 penumpang. Pelabuhan Benoa pun dinilai harus steril jika nantinya benar-benar akan mengembangkan dermaga cruise bertaraf internasional.
“Masak ada perikanan tahu-tahu pariwisata, kedua dari segi keamanan juga, kok tiba-tiba ada perahu nelayan masuk tanpa lapor,” Tutur Tenaya, dalam rapat kerja bersama Komisi I dan Komisi II DPRD Bali, Rabu (25/9/2018).
Dia mencontohkan, saat pembangunan Jalan Tol Bali Mandara, sebelulnya melanggar RTRW. Namun, karena kebutuhan, pemerintah pun melakukan revisi dan penyesuaian RTRW terhadap kondisi di lapangan.
“Jalan tol kan kebutuhan, jadi kita sesuaikan [RTRW],” katanya.
Anggota komisi 2 DPRD Bali Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana mengatakan perluasan terminal dan pendalam kolam alur dermaga timur untuk kapal cruise bisa saja dilakukan walaupun melanggar RTRW. Pemerintah kemungkinan akan melakukan diskresi terkait kebijakan tersebut. Hanya saja, koordinasi ke pemerintah daerah harus terus dilakukan jika nantinya Pelindo III tetap melakukan pembanguan tersebut.
“RTRW kita menyebutkan daerah itu [Pelabuhan Benoa] adalah daerah konservasi dalam otoritas jadi tidak bisa membangun karena RTRW belum berubah, jadi harus ada perubahan RTRW,” katanya.
Kata dia, pemerintah Bali dan Denpasar juga mempertanyakan legalitas dumping area di sebelah utara dan barat Pelabuhan Benoa. Sebab, ijin yang didapat Pelindo III dalam mengembangkan dumping area tersebut berada di pemerintah pusat. Sementara, pemerintah Bali dan Kota Denpasar justru tidak mengetahui jelas rencana tersebut.
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan adanya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di kawasan dumping area tersebut. Rencananya, di dumping area sebelah utara akan dibangun dermaga curah cair dan gas dan di dumping area sebalah barat dibangun marina kapal yacht.
“Makanya kami konsul titik koordinat [dumping area tersebut], jadi begini yang dilakukan saat ini terkait reklamasi [dumping area] kalau melanggar dan tidak sesuai akan bisa diperbaiki kembalikan posisi awal,” katanya.