Bisnis.com, DENPASAR—Kepala Badan Standarisasi Nasional, Prof Bambang Prasetya mengingatkan, para pelaku usaha yang memasarkan produk di media dalam jaringan atau daring (online) agar tetap mengutamakan kualitas untuk menyelamatkan konsumen.
"Karena kalau hal ini tidak dilakukan, maka pasar penjualannya akan hanya dibeli satu kali saja oleh konsumen akibat kualitas produk yang dihasilkan tidak sesuai standar," ujar Prof Bambang Prasetya di Nusa Dua Bali, Rabu (9/5/2018).
Menurut dia, hal ini sangat penting agar para konsumen ingin terus berbelanja di toko itu saja atau melakukan transaksi di toko tersebut secara terus menerus atau "repeat order".
"Apabila produk yang dijual pelaku usaha daring tidak sesuai kualitas yang dijanjikan maka konsumen akan kapok untuk membeli," katanya.
Oleh karenanya, para pelaku usaha yang menjual barangnya di media daring agar mengutamakan kualitas dan produk yang dihasilkan harus memiliki sertifikasi. Untuk mengetahui, produk yang dijual oleh pelaku usaha daring apakah sudah tersertifikasi ini dapat diakses melalui situs "Bang Beni" atau daftar barang berstandar nasional Indonesia (SNI) milik BSN.
Ia mengimbau, kepada konsumen yang hendak membeli produk di media daring harus melihat apakah barang itu sudah memiliki label SNI. "Yang penting adalah produk itu dijamin standar sehingga para konsumen yang membeli barang secara daring aman. Saya contohkan banyak industri rumah tangga yang sudah menggeliatkan ekonominya dengan media daring hingga ke Eropa timur," katanya.
Ia mencontohkan, geliat produk industri rumah tangga yang sudah masuk pemasaran melalui media daring hingga ke Eropa yang dilakukan ibu-ibu di Provinsi Jawa Timur.
"Produk harus memiliki kualitas bagus karena saat ini industri rumah tangga sudah mulai memasarkan produknya secara daring (online)," ujarnya.
Namun, ia menilai para pelaku industri rumah tangga yang memiliki produk masih minim melakukan sertifikasi produknya. Kendala yang sering dihadapi para pelaku industri rumah tangga belum melakukan upaya ini karena kurangnya kesadaran untuk melakukan ini.
"Mudah-mudahan hal ini dibarengi dengan kesadaran masyarakat dan menurut saya bukan karena sulitnya memperoleh sertifikasi itu karena saat ini saja produk yang dihasilkan industri rumahan dapat diajukan sertifikasinya secara 'online' yang sangat praktis," katanya.
Selain itu, permasalahan lainnya yang dialami pelaku industri rumah tangga ini adalah sulitnya biaya, sehingga pemerintah daerah harus mendampingi dan memberikan bantuan dana kepada pelaku UMKM ini untuk menyertifikasi produk yang dihasilkannya secara gratis.
Untuk biaya satu kali sertifikasi awal saja membutuhkan dana Rp5 juta, namun untuk memberikan label SNI harus dilakukan pemeriksaan laboratorium yang tergantung dari item apa yang akan diperiksa, seperti apakah ada kandungan zat kimia atau logam berat yang memerlukan pengujian yang cukup panjang dan membutuhkan biaya tinggi.
"Biaya yang paling mahal untuk sertifikasi produk ini adalah saat melakukan pengetesan kandungan zat makanannya. Oleh karenanya, BSN mendorong pemerintah daerah agar mau membiayai atau mendanai sertifikasi produk yang dihasilkan para pelaku UMKM yang memasarkan barangnya secara daring ini agar segera disertifikasi produknya," ujarnya.
Hal ini sangat penting dilakukan agar dalam memenangkan era MEA, pemerintah harus mendorong industri kreatif agar maju dan berkembang, karena saat ini saja para pelaku UMKM di Tanah Air jumlahnya sudah 50 persen dari jumlah penduduk Asean atau sudah mencapai 55 juta usaha yang dapat kekuatan ekonomi bangsa yang harus didukung ke depannya.
"Jadi sudah saatnya menggeliatkan UMKM di Indonesia, salah satunya hal kecil adalah dengan mendukung perdagangan atau UMKM anta provinsi saja untuk memenangkan MEA ini. Artinya perputaran ekonomi di Indonesia sudah menghidupi masyakat kita," ujarnya.