Bisnis.com, DENPASAR — Transaksi non tunai di Bali memiliki potensi sangat besar, tapi saat ini masih menemui sejumlah kendala dalam implementasi di lapangan yang berpotensi menghambat pelaksanaan.
Adapun kendala itu seperti masih adanya pola pikir masyarakat yang takut kehilangan pendapatan, jaringan komunikasi mesin pembaca uang elektronik, hingga teknologi mesin pembaca belum kekinian atau update. Sejumlah kendala tersebut dipaparkan oleh sejumlah pihak dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali.
Deputi Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Teguh Setiadi mengungkapkan kendala itu seperti terbatasnya batas saldo yang diberikan perbankan kepada merchant untuk isi ulang dan dari pihak merchant kurang mendorong peningkatan transaksi.
“Jadi dari dua sisi, perbankan terbatas memberikan saldo sedangkan merchant kurang mendorong transaksi,” jelasnya, Senin (3/4/2018).
Teguh mencontohkan di beberapa pedagang ritel, batas saldo untuk isi ulang maupun pembelian saldo uang elektronik dibatasi hanya maksimal Rp5 juta. Dengan jumlah senilai itu, jika 5 orang konsumen masing-masing top up senilai Rp1 juta maka saldo yang dimiliki sudah habis. Pembatasan ini ikut menjadi kendala yang harus dicarikan solusi.
Dia mengakui hambatan bagi perbankan dalam mengembangkan instrumen non tunai adalah tingginya biaya investasi serta rendahnya permintaan dari masyarakat. Karena itu, perlu satu sosialisasi khusus untuk menghubungkan keinginan masyarakat, dunia usaha dengan dunia perbankan, mengingat potensi transaksi non tunai di Bali sangat besar.
Baca Juga
Penggunaan transaksi secara non tunai juga akan menguntungkan perusahaan karena akan lebih transparan dan mengurangi biaya cash handling.
“Dalam usaha melakukan penetrasi seluruh instrumen non tunai, secara umum dunia usaha memandang faktor keamanan, biaya dan akurasi sebagai aspek yang sangat penting diperhatikan,” papar Teguh.
Virtual Manager Indomaret Bali I Gusti Agung Putu Ade menuturkan pihaknya sudah mendukung pelaksanaan non tunai tapi dalam praktiknya terkendala dengan mesin pembaca transaksi. Teknologi mesin pembaca uang elektronik mengadopsi sinyal GSM 2G, terutama di daerah pelosok sehingga sulit melayani transaksi non tunai.
Merchant mengharapkan perbankan meningkatkan kualitas mesin pembaca agar jaringan yang digunakan lebih baik.
“Kemudian dari sisi konsumen untuk pengguna non tunai kebanyakan di kota besar tapi di kota kecil dan pedesaan ketika kami tawarkan non tunai karena meminimalkan cash handling mereka tidak mau dengan alasan ribet,” terangnya.
Manager Digital Expansion Telkomsel Bali Nusra Indra D.H menegaskan perusahaan operator sudah jarang yang menggunakan sinyal 2G sehingga tidak adaptif dengan jaringan milik operator. Menurutnya, jaringan 2G sudah hampir tidak ada saat ini digunakan oleh operator terutama di daerah seperti kawasan wisata.
Indra menyarankan kepada perbankan agar meningkatkan teknologi mesin pembaca uang elektronik menjadi 3G atau 4G. Dengan begitu, transaksi uang elektronik lebih mudah dibaca oleh mesin dan masyarakat bisa memanfaatkannya.