Bisnis.com, DENPASAR—KPU dan Bawaslu diharapkan lebih tegas terhadap isu-isu sara maupun diskriminasi khususnya terhadap perempuan agar fenomena seperti yang terjadi di pilkada DKI tidak menyebar ke daerah lain.
Komisioner Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Masruchah menilai kekerasan terhadap perempuan sangat tinggi muncul pada momen pilkada tahun ini. Menurutnya, praktik diskriminasi terhadap perempuan seperti yang pernah terjadi di pilkada DKI sangat berpotensi diadopsi daerah lain karena politik identitas atau syar kebencian digunakan untuk memenangkan salah satu calon.
“KPU dan Bawaslu harus tegas isu terhadap isu SARA dan diskriminasi. Jangan sampai isu-isu menggunakan SARA dan diskriminasi muncul,” jelasnya usai diskusi di Denpasar, Kami (8/3/2018).
Masruchah mengaku pernah menemukan kasus perempuan yang diancam diperkosa jika tak memilih pasangan calon tertentu, atau perempuan lansia yang diancam dirinya tidak dishalatkan jika tak memilih pasangan calon tertentu. Karena itu KPU dan Bawaslu perlu memastikan isu ujaran kebencian kepada calon tertentu tidak dilakukan dengan mengintegrasikan dalam pola pendidikan.
Menurutnya, potensi kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi di seluruh daerah di Indonesia yang menggelar pilkada pada tahun ini. Secara khusus, Jawa Barat dinilai memiliki potensi sangat tinggi karena diskriminasi terhadap perempuan di daerah itu masih tinggi.
“Tidak hanya Jawa Barat, Jatim, Jateng dan seluruh daerah itu juga berpotensi mengalami kekerasan atas nama SARA jika digunakan,” tuturnya.
Dia menyatakan isu kekerasan perempuan dalam pilkada selama ini masih dianggap pinggiran dan dimarjinalkan, meskipun perempuan merupakan pemilih patuh dan jumlahnya mencapai setengah penduduk Indonesia. Masruchah menilai untuk menekan gangguan kekerasan terhadap pilkada maka bisa memanfaatkan cyber crime. Pasalnya selama ini pola ancaman terhadap kelompok perempuan sudah ada yang menyebar melalui situs daring.