Bisnis.com, DENPASAR--Griya Art Gallery di Griya Santrian a Beach Resort and Spa Sanur, Denpasar mempersembahkan pameran seni rupa karya seniman Putu Sudiana bertajuk Mengenang Tanah Kelahiran atau ‘A Land to Remember’.
Tanah kelahiran seringkali menerbitkan banyak kisah dan kenangan. Bagi seniman, kenangan indah maupun sedih selalu bermakna dan menjadi energi kreatif untuk dituangkan dalam bentuk karya seni, seperti yang dipamerkan Putu Sudiana pada 2 Maret hingga 29 April 2018.
Putu Sudiana atau dikenal dengan Putu Bonuz, mengaku sangat mencintai kenangan, terutama terhadap Pulau Nusa Penida, tempat kelahirannya 30 Desember 1972 silam.
Nusa Penida ketika Bonuz masa kanak tentu sangat berbeda dengan zaman sekarang. Saat itu, pulau tersebut dipenuhi ladang gersang yang selalu kesulitan air pada saat musim kemarau menyengat. Karang-karang terjal dan ganas berpadu cuaca ekstrem.
“Malam hari menebarkan suasana magis yang mendirikan bulu kuduk. Selain menjadi nelayan, satu-satunya harapan hidup masyarakat pada saat itu adalah bertani rumput laut. Pada ‘zaman now’ ini segalanya memang telah berubah, tapi saya tetap mengenangnya,” katanya, Senin (5/3/2018).
Seperti disampaikan dalam pengantar pameran ini, Pulau Nusa Penida disebut telah mengalami perubahan drastis belakangan ini. Industri pariwisata telah menyulap Nusa Penida menjadi lebih gemerlap. Vila, restauran, kafe, dan berbagai sarana pariwisata bermunculan, memberi warna tersendiri bagi pulau tersebut.
Tentu saja perubahan yang terjadi di Nusa Penida berdampak pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Namun, goncangan-goncangan sosial-budaya pun tak bisa dihindari. Dan, di sisi lain, kerusakan alam sangat terasa, bataran (pematang ladang) di keruk, pohon-pohon tua ditebang, rumah-rumah khas Nusa Penida diganti baru.
Kenangan masa kanak dan kegelisahan Bonuz menyaksikan perubahan yang terjadi di tanah kelahirannya kemudian menjadi energi kreatif yang diungkapkannya lewat lukisan-lukisan bercorak abstrak.
Komposisi lukisannya cenderung dinamis dan mengandung luapan emosi yang sangat kuat. Hal itu bisa dicermati pada guratan-guratan garis ataupun sapuan warna ekspresif yang mewakili kegelisahan batinnya menyaksikan pembangunan yang tidak memedulikan alam.
“Warna-warna gelap adalah ungkapan pemberontakan alam bawah sadar saya menyaksikan berbagai hal yang bertentangan dengan hati kecil. Ketika kesal dan kecewa tidak bisa disampaikan lewat kata-kata, maka garis dan warna menjadi pilihan saya,” ungkap Bonuz.