Bisnis.com, MATARAM – Maraknya penyalahgunaan tramadol saat ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah provinsi NTB.
Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi khawatir dengan peredaran tramadol yang sangat masif di kalangan anak muda. Bahkan Majdi mengkhawatirkan peredaran tramadol tersebut hingga ke pondok-pondok pesantren.
Karena itu, Gubernur yang akrab disapa Tuan Guru Bajang ini meminta BPOM NTB untuk menarik peredaran pil Tramadol. Majdi juga meminta BPOM untuk mengirim surat kepada BPOM RI agar memberikan usulan terkait ditariknya peredaran Tramadol di masyarakat.
“Satu-satunya cara untuk mengurangi penyalahgunaan Tramadol di NTB adalah menarik peredarannya," tegas Majdi di Mataram, Kamis (28/9/2017).
Kepala BPOM NTB Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih didampingi Kepala Bakesbangpoldagri NTB, H. Lalu Syafii menghadap gubernur dalam rangka melaporkan peredaran obat-obat terlarang di NTB, termasuk hasil pemantauannya terhadap pil Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC) yang sangat meresahkan masyarakat di sejumlah daerah di tanah air kita.
Terkait dengan tablet PCC tersebut, Nengah melaporkan hingga saat ini NTB masih aman dari peredaran gelap PCC.
"Kami melakukan koordinasi dengan Kepolisian dan Dinkes untuk mengetahui peredaran pil PCC di NTB. Dan hasilnya aman, bahwa pil PCC belum ditemukan di NTB, baik di sarana resmi seperti apotek dan perusahaan besar farmasi maupun sarana ilegal/tidak resmi lainnya," paparnya.
Nengah juga menjelaskan Pil PCC berbahaya karena ada kandungan carisoprodol. Dahulu carisoprodol digunakan untuk mengobati penyakit rematik, karena fungsinya untuk relaksan otot (mengurangi rasa sakit di otot).
Namun, karena banyak disalahgunakan, tahun 2013 BPOM RI menarik peredaran carisoprodol di Indonesia.
"Mekanisme kerja pil PCC jika dikonsumsi secara berlebihan atau di atas 5 tablet dan dicampur dengan minuman beralkohol atau soda efeknya sama dengan mengkonsumsi opium. Dan nantinya akan menyebabkan ketergantungan," jelasnya.
Terkait dengan peredaran Tramadol di NTB, BPOM telah melakukan melakukan audit secara komprehensif di sarana pelayanan dan jalur distribusi, seperti di apotek, Perusahaan Besar Farmasi (PBF), puskesmas agar peredarannya jangan sampai bocor. Tramadol ada yang memiliki ijin edar dan ada yang tidak memiliki ijin edar (ilegal).
"Untuk Tramadol yang memiliki ijin edar, seperti di apotek-apotek dan pusat pelayanan kesehatan, BPOM melakukan pengawasan ketat di sarana pelayanan dan jalur distribusi agar peredarannya jangan sampai bocor," ujarnya.
Pengawasan dilakukan dengan meminta laporan secara berkala dari apotek-apotek, PBF-PBF, dan puskesmas-puskesmat terkait jumlah tramadol yang masuk dan keluar.
"BPOM NTB akan melakukan kajian terkait dengan penyalahgunaan pil Tramadol. Jika tingkat penyalahgunaannya tinggi, maka Tramadol bisa ditarik dari peredaran seperti carisoprodol," ujarnya.