Bisnis.com, DENPASAR—Maestro seni rupa asal Bali Nyoman Gunarsa telah berpulang pada usia 72 tahun, Minggu (10/9/2017) sekitar pukul 11.30 saat menjalani perawatan intensif di RS Sanglah Denpasar.
Perupa yang pernah mengajar di Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini telah beberapa kali terkena stroke sejak 1998. Kini jenazahnya disemayamkan di rumah duka di Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, sekitar 45 kilometer dari Denpasar.
“Ya, saya diberi kabar oleh sekpri beliau siang tadi, kita kehilangan seorang maestro seni rupa,” kata Pande Wayan Sutedja Neka pemilik Museum Neka Ubud, Gianyar, ketika dihubungi Bisnis.com, Minggu malam.
Sutedja Neka mengaku kehilangan seorang panutan di bidang seni rupa yang meninggalkan banyak karya dari sejumlah periodisasi kesenimanan Gunarsa. “Beliau adalah seorang seniman sejati yang telah berbuat banyak demi kemajuan seni rupa di Bali, juga di Indonesia,” ujarnya.
Kata dia Gunarsa juga banyak meninggalkan jejak budaya, karena bukan hanya membina dan membimbing ratusan seniman, tetapi melakukan pelestarian terhadap karya langka seni rupa tradisional Bali, khususnya Kamasan, Klungkung yang terseimpan rapi di museumnya.
Gunarsa dikenal gigih berorganisasi, di antaranya dengan sejumlah seniman mendirikan Sanggar Dewata Indonesia (1970) di Yogyakarta dan ikut membidani Himpunan Museum Bali. Selain memiliki Museum Seni Lukis Tradisional Bali (1989), ia juga mendirikan Museum Seni Rupa Komntemporer di Yogyakarta, namun sejak 2010 ditutup dan dipindahkan ke Bali.
Keinginannya membangun museum seni rupa kontemporer di Klungkung, Bali terwujud dan prasasi peresmian ditandatangani langsung oleh Presiden Jokowi. “Pulang nanti akan saya perintahkan lagi pada menteri untuk bersama-sama agar museum ini dijaga, dirawat diperbaiki, bersama-sama antara pemerintah dengan keluarga besar Nyoman Gunarsa,” kata Jokowi, 4 Agustus 2017 lalu.
Sutedja Neka menambahkan Gunarsa telah menjadi salah satu tokoh yang akan selalu disebut ketika orang membahas tentang sejarah seni rupa Bali maupun Indonesia. Untuk menandai perjalanan 60 tahun berkarya, Gunarsa menggelar pameran tunggal 15-21 Agutsus 2017 lalu di Bentara Budaya Jakarta.
Gunarsa tercatat pernah berpameran di sejumlah negara di antaranya Malaysia, Australia, Belanda, Jerman, Jepang, Singapura, Perancis, Monaco, dan Amerika Serikat. Dia meraih Penghargaan Seni Pratisara Affandi Adi Karya (1976), Penghargaan dalam Biennale III Jakarta (1978), Biennale IV Jakarta (1980), dan Lempad Prize (1980). Pada 1994 Gunarsa menerima Anugerah Budaya Dharma Kusuma dari Pemprov Bali dan Satyalencana Kebudayaan dari Presiden Indonesia (2003).