Bisnis.com, DENPASAR – Inflasi Bali pada Oktober 2022 tercatat mencapai 6,99 persen (yoy) yang disebabkan oleh masih tinggi dan naiknya harga beberapa komoditas terutama dari kelompok yang diatur oleh pemerintah.
Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat kelompok harga yang ditentukan oleh pemerintah mengalami inflasi paling tinggi yakni 15,2 persen, kemudian kelompok harga bergejolak 9,38 persen, dan kelompok inti 4,46 persen. Secara tahunan hampir semua komoditas strategis mengalami kenaikan harga seperti Canang Sari yang mengalami inflasi 16,34 persen, bensin 34,39 persen, beras 4,51 persen, angkutan udara 42,13 persen, dan sepeda motor 5,57 persen.
Selain itu cabai merah juga mengalami inflasi 57,27 persen, daging ayam ras 0,82 persen, cabai rawit mengalami inflasi hingga 100,2 persen, telur ayam ras 19,26 persen, bawang merah 33,47 persen.
Kepala BPS Bali Hanif Yahya menjelaskan walaupun secara tahunan Bali masih mengalami inflasi masih tinggi, tetapi secara bulanan atau month to month (mtm) Bali deflasi sebesar 0,05 persen. Secara bulanan harga cabai merah, daging ayam ras, cabai rawit, telur ayam ras, bawang merah turun tetapi masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pada Oktober 2021.
“Kondisi inflasi pada Oktober 2022 masih dipengaruhi kenaikan harga BBM dan intervensi pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi,” jelas Hanif, Selasa (1/11/2022).
Pengendalian inflasi yang dilakukan Pemda di Bali bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) seperti penanaman cabai rawit di daerah yang melibatkan petani hingga rumah tangga untuk menurunkan harga cabai rawit di pasar. Bank Indonesia telah menyebar puluhan ribu bibit cabai di Bali untuk pengendalian inflasi.
Baca Juga
Selain itu, TPID juga aktif melakukan operasi pasar secara periodik untuk melakukan intervensi pasar. Hanif menjelaskan harga cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, dan bawang merah mulai turun dampak dari intervensi yang dilakukan oleh Pemda.