Bisnis.com, MATARAM - Investasi yang tidak kunjung terealisasi di pantai Pink, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru akibat masalah penguasaan lahan membuat Pemerintah Provinsi NTB atur strategi.
Masalah penguasaan lahan seperti adanya masyarakat yang bertani dan menggembala kerbau di lahan yang sudah dikelola oleh PT.Eco Solution Lombok (ESL), investor asal Swedia, membuat investor tidak bisa membangun. Di hadapan forum yang digelar Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu Terpadu (DPMPTSP) Nusa Tenggara Barat (NTB), dihadiri pula Sekda Lombok Timur, Dinas Perikanan dan Kelautan NTB, PT.ESL mengeluhkan kendala yang dihadapinya di pantai Pink.
Prinsipal investor menjelaskan jika petani terus menanam jagung membuat master plan yang telah direncanakan tidak berjalan. Selain ada problem broker menguasai lahan pantai Pink secara sepihak dengan mendirikan warung ilegal dan membuat pantai pink rusak.
"Sekarang pantai pink rusak akibat mobil dan sepeda motor yang masuk secara bebas, oknum membuat warung secara ilegal," ungkap prinsipal tersebut dalam forum yang digelar, Senin (15/3/2021).
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizininan Satu Pintu Terpadu (DPMPTSP) Nusa Tenggara Barat H.Mohammad Rum menjelaskan jika pihaknya dengan OPD lainnya seperti Sekda Lombok Timur, Polres, BPN, sudah merumuskan solusi untuk mengatasi mangkraknya investasi di pantai pink tersebut.
"Dalam forum percepatan penanganan investasi ini kami sudah merumuskan langkah-langkah yang akan kami ambil ke depannya, seperti membuat penegakan hukum terpadu untuk mencegah pengerusakan properti milik investor, kemudian mengambil langkah tegas bagi oknum yang menguasai tanah secara ilegal," ungkap Rum kepada Bisnis pada Senin malam (15/3/2021) seusai pertemuan membahas masalah PT.ESL.
Baca Juga
Selain masalah tanah, petani yang masih menanam jagung dilahan investor juga akan segera dimediasi oleh Pemprov NTB dan Lombok Timur dengan membuat pernyataan bersama agar tidak lagi menanam di lahan yang dikelola oleh investor.
"Jika langkah ini bisa diambil, investor bisa langsung membangun setelah panen selesai pada April, sekarang kita berikan kesempatan petani untuk panen, setelah itu mereka tidak boleh lagi menanam," ujar Rum.
Masih adanya penguasaan lahan oleh salah satu oknum yang belum bisa dicabut sertifikatnya oleh Badan Pertanahan (BPN) Selong, Lombok Timur menjadi kendala utama bagi investor.
"Lahan tersebut memang tidak boleh disertifikatkan karena masuk dalam kawasan hutan lindung, awalnya ada 29 sertifikat, 28 sudah bisa dicabut oleh BPN, sekarang tinggal 1 sertifikat dan BPN Selong akan meminta Legal Opini (LO) ke Kejaksaan Negeri Selong mengenai sertifikat 1 lahan tersebut, karena sebelumnya ada 2 putusan pengadilan mengenai lahan tersebut," ungkapnya.
PT. ESL sebagai investor yang berinvestasi sejak 2013 dengan mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUJPL) seperti menemui jalan buntu menghadapi masalah di lapangan. Proses clean and clear lahan seluas 339 hektare selalu dihalangi oleh masalah tersebut. Sedianya, investor akan mengelola ratusan hektare lahan tersebut dengan konsep eco tourism, dimana hanya 10 persen dari lahan tersebut yang boleh dibangun, selebihnya dikelola sebagai kawasan hijau.(K48)