Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab OPD di Bali Sulit Terapkan Pergub Energi Bersih

Organisasi perangkat daerah di Bali kesulitan mendukung pengembangan bangunan hijau yang memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS Atap).
Ilustrasi-Penampakan udara Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)./Dok. PLN Enjiniring
Ilustrasi-Penampakan udara Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)./Dok. PLN Enjiniring

Bisnis.com, DENPASAR -- Organisasi perangkat daerah di Bali kesulitan mendukung pengembangan bangunan hijau yang memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS Atap).

Padahal, dalam peraturan gubernur Bali nomor 45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih, pengembangan bangunan hijau meliputi bangunan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bangunan komersial, industri, sosial, dan rumah tangga dengan luas lantai lebih dari 500 meter persegi. Bangunan-bangunan tersebut diminta PLTS Atap atau teknologi surya lainnya paling sedikit 20 persen dari kapasitas listrik terpasang atau luas atap.

Kepala CORE Udayana Ida Ayu Dwi Giriantari mengatakan potensi listrik yang dihasilkan jika bangunan pemerintah di Bali memasang PLTS Atap mencapai 27 Megawatt peak (MWp). Hanya, dari pengalaman selama ini, Organisasi perangkat daerahdi Bali banyak menemukan kendala dalam pemasangan PLTS Atap.

Menurutnya, pada 2020 lalu, banyak terjadi penolakan dari Organisasi perangkat daerah terkait pemasangan PLTS Atap di gedung pemerintah. Alasan penolakan tersebut mulai dari beban biaya pemeliharaan hingga tidak adanya penanggung jawab.

Padahal, lanjutnya, pemasangan PLTS Atap pada bangunan pemerintah di Bali tersebut seluruhnya merupakan investasi pemerintah.

Selain itu, ketika melakukan diskusi dengan pemerintah kabupaten atau kota, disimpulkan belum ada kesadaran terkait pemasangan PLTS Atap dan masih memerlukan waktu untuk mengkaji. Meskipun, diakuinya, ada juga pemerintah kabupaten/kota yang agresif dalam pemasangan PLTS Atap, tetapi terganjal aturan pendanaan atas pengadaan teknologi tersebut.

"Jadi hal-hal seperti itu yang terjadi, kemauan gubernur belum semua OPD [Organisasi Perangkat Daerah] bisa melaksanakan," katanya, Jumat (5/3/2021).

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menilai pengembangan PLTS Atap memiliki potensi besar di Bali. Selain karena potensi energi surya yang melimpah, potensi pasar di Bali juga cukup besar yakni sebanyak 23,3 persen untuk sektor rumah tangga, sebesar 21,1 persen untuk potensi pasar bisnis atau komersial, dan potensi pasar sebesar 14,7 persen untuk UMKM.

Menurutnya, Bali perlu mendapatkan sosiaisasi lebih dalam mengenai PLTS Atap, sekaligus penyediaan informasi yang lengkap dan merata terkait teknoogi terebut. Bali juga memerlukan implementasi kebijakan yang komprehensif dan terarah, termasuk peta jalan energi terbaruka dan rencana aksi.

Dalam pengembangan PLTS Atap di Bali perlu juga menyiapkan ekosistem dukungan insentif, penyedia layanan, dan skema pembiayaan menarik.

"Potensi pasar PLTS Atap di Bali cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lain. Bali mungkin bisa mencontoh Jateng yang memberikan recofusing anggaran untuk pemasangan PLTS Atap pada UMKM dan kelompok petani," sebutnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper