Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Industri Minuman Beralkohol di Bali Saat Pandemi

Akibat adanya pandemi, penyerapan mikol di Pulau Dewata menurun hingga 60 persen karena tidak adanya kunjungan wisatawan asing.
Ilustrasi./Antara-Wahdi Septiawan
Ilustrasi./Antara-Wahdi Septiawan

Bisnis.com, DENPASAR - Industri minuman beralkohol di Bali makin merugi akibat adanya pembatasan jam operasional pada pukul 21.00 Wita yang menyebabkan terjadinya penurunan omzet hingga 80 persen.

Ketua Asosiasi Distributor Minuman Beralkohol (mikol) Bali Gol A Frendy Karmana mengatakan akibat adanya pandemi, penyerapan mikol di Pulau Dewata menurun hingga 60 persen karena tidak adanya kunjungan wisatawan asing. Sedangkan kontribusinya untuk mikol mencapai 70 persen dibandingkan dengan kontribusi wisatawan nusantara.

Tidak sampai di sana, penurunan kembali berlanjut sampai 80 persen akibat adanya PPKM yang membatasi jam gerak masyaraka. Sementara mayoritas orang minum mikol saat malam hari.

"PPKM ini membuat kami semakin merugi, toko-toko sudah tutup pukul 21.00 Wita, kan orang minum itu kebanyakan di malam hari," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Senin, (15/2/2021).

Menurutnya, sebelum pelaksanaan PPKM, pelaku industri mikol masih mampu menutup biaya operasional dengan mengandalkan kontribusi dari wisatawan nusantara. Namun setelah kebijakan ini diterapkan, sebagian besar perusahaan berada pada zona merah atau merugi, sehingga terpaksa merumahkan bahkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Ketika sudah merugi akibat rendahnya penyerapan, jadi terpaksa harus merumahkan karyawan atau melakukan PHK," tambahnya.

Dari sisi lain, pihaknya meminta agar kebijakan PPKM dikaji kembali, misalnya tidak membatasi jam operasional. Tetapi mengatur kapasitas pada lokasi venue masing-masing hingga 50 persen, sehingga tidak menyebabkan kerumunan di satu waktu. Jika ditemukan adanya pelanggaran, dapat diberikan sanksi secara tegas kepada pelaku industri.

"Kami menghargai kebijakan pemerintah untuk kesehatan, tapi dampak dari segi ekonomi dapat dikaji kembali," jelas Frendy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Luh Putu Sugiari
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler