Bisnis.com, DENPASAR - Rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) perbankan di Bali terpantau menurun seiring adanya kebijakan restrukturisasi kredit.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL perbankan di Bali pada Oktober 2020 adalah sebesar 3,36 persen. Rasio NPL terpantau mengalami penurunan pada Desember 2020 dengan besaran 2,97 persen.
Sementara itu, khusus perbankan yang berkantor pusat di Bali yakni BPD Bali, 134 BPR, dan 1 BPRS juga mengalami penurunan NPL. Hingga Desember 2020, rasio NPL BPD di Bali sebesar 2,61 persen atau lebih rendah dibandingkan rata-rata perbankan di Bali.
Rasio NPL BPR maupun BPRS yang berkantor pusat di Bali terpantau mencapai 7,47 persen.
Seiring dengan penurunan NPL tersebut, jumlah debitur yang menerima restrukturisasi kredit juga meningkat. Dari 15 April 2020 hingga 31 Desember 2020, ada sebanyak 184.254 rekening yang mendapatkan restrukturisasi dengan outstanding kredit mencapai Rp28,89 triliun.
Dari realisasi restrukturisasi tersebut, OJK melaporkan restrukturisasi telah disalurkan kepada 79,1 persen debitur terdampak atau 84,21 persen dari keseluruhan outstanding kredit perbankan di Bali.
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Giri Tribroto mengatakan, pandemi Covid-19 memang telah memperngaruhi rasio kredit bermasalah perbankan dengan puncak tertinggi terjadi pada April 2020. Namun, setelah periode April 2020, presentase NPL perbankand i Bali berangsur-angur menurun.
"NPL berangsur-angsur mengalami penurunan yang juga dipengaruhi oleh diterapkannya POJK No. 11 Tahun 2020 tentang restrukturisasi Kredit," katanya kepada Bisnis, Rabu (3/2/2021).
Lebih lanjut Giri menegaskan, perbankan di Bali telah memenuhi syarat pemberian restrukturisasi kredit bagi nasabah terdampak pandemi sesuai yang tercantum dalam POJK 11/2020. Dalam ketentuan POJK tersebut, debitur yang mendapatkan restrukturisasi adalah yang terdampak pandemi dan kondisi usahanya masih berjalan dengan baik dengan kolektbiltas kredit 1 dan 2.
"Jadi bank harus yakin debitur yang direstrukturisasi dengan POJK 11/2020 karena dampak pandemi dan jangan ada moral hazard," sebutnya.