Bisnis.com, DENPASAR -- Likuiditas perbankan di Bali mengalami penurunan, terlihat dari pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang terkoreksi 4,33 persen pada Oktober 2020 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year on year/YoY).
Penurunan DPK juga terpantau sejak awal tahun yang terkoreksi 3,61 persen (year to date/YTD).
Selain DPK yang menurun, aset perbankan di Bali juga terpantau mengalami penurunan yakni minus 3,86 persen YoY pada Oktober 2020. Hanya kredit yang mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,99 persen YoY pada Oktober 2020.
Adapun total penghimpunan DPK per Oktober 2020 adalah senilai Rp110,21 triliun, sedangkan kredit tersalurkan Rp93,01 triliun.
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Giri Tribroto mengakui pertumbuhan DPK di Pulau Dewata memang mengalami anomali jika dibandingkan dengan kondisi nasional. Secara nasional, di tengah terjadinya penurunan permintaan kredit, DPK justru mengalami pertumbuhan hingga double digit. Kondisi sebaliknya justru terjadi di Bali.
Meskipun demikian, Giri menilai kondisi DPK perbankan di Bali masih terhitung ample dan masih bagus di bank umum maupun BPR. Penurunan yang DPK yang terjadi saat ini di Bali akan didukung oleh keberlanjutan belanja pemerintah hingga penempatan dana.
Belanja pemerintah pun dinilai saat ini sebagai salah satu komponen penting dalam menumbuhkan perekonomian karena ikut menjaga ketahanan daya beli.
"Ada restrukturisasi bagaimana bank dapat pemasukan dan saat masyarakat butuh dana lewat melakukan penarikan, itu akan ada dana di bank. Ke depan masih akan ada bantuan yang diberikan kepada bank, program-program lainnya akan tetap diberikan," katanya akhir pekan lalu.
Giri mengakui likuditas perbankan merupakan komponen paling penting di tengah pandemi saat ini. Pasalnya, likuditas perbankan yang akan menyangga kepercayaan nasabah kepada bank.
Bank pun diminta untuk mengukur tingkat kesehatannya. Dalam penilaian OJK, dari kondisi 15 bank besar yang ada di Indonesia, diperkirakan kemampuan bertahan perbankan hanya akan kuat selama tiga bulan pandemi berlangsung sehingga stimulus akan terus diberikan kepada sektor jasa keuangan.
Salah satunya kebijakan restrukturisasi kredit yang sudah dipastikan akan berlanjut satu tahun lagi atau sampai Maret 2022.
Petugas teller menata uang rupiah di salah satu cabang Bank Mandiri di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
"Dengan restrukturisasi bank tidak perlu membentuk CKPN [cadangan kerugian penurunan nilai], tetapi kalau dihitung loan at risk, kami imbau industri jasa keuangan termasuk bank mulai melihat kondisi pandemi yang panjang untuk melakukan skenario stress test dan mencicil pembentukan CKPN," sebutnya.
Fungsi intermediasi perbankan di Bali memang dihadapkan dengan terkontraksinya pertumbuhan likuiditas dan perlambatan penyaluran kredit.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan penurunan tersebut tidak serta merta membuat fungsi intermediasi perbankan di Bali mengalami masalah. Kantor-kantor perwakilan bank di Bali yang kekurangan likuiditas pun dapat mengajukan tambahan dana ke kantor pusat jika seandainya terjadi lonjakan permintaan kredit.
Hanya saja, di tengah pandemi, permintaan kredit sudah dipastikan tidak akan tinggi. Apalagi Bali, yang sebanyak 54 persen sektor usahanya bergerak di bidang pariwisata, membuat permintaan kredit masih akan rendah.
"Usahanya belum balik, debitur mau pinjam buat apa dan sekarang masih bisa hidup. Bank reserve dan nasabah mau ambil kredit buat apa, dua-duanya menunggu kapan perlu uang," katanya.
Trisno pun menilai penurunan DPK tersebut tidak hanya terjadi karena penarikan tabungan dan giro. Melainkan, juga terjadi perpindahan dana tabungan masyarakat ke deposito.
Penghimpunan DPK pun masih berpotensi untuk meningkat seiring dengan income yang berasal dari aparatur sipil negara (ASN) maupun profesi yang memiliki pendapatan tetap.
Begitu juga dengan kredit yang diproyeksi akan tetap bertumbuh hingga akhir tahun nanti.
"Kalau kredit, kan sekarang tumbuh 1,42 persen [Oktober 2020], antara 2 persen sampai akhir tahun nanti tumbuhnya, Bali agak berat, bisnis belum balik-balik, DPK mungkin 4,3 sampai 5 persen," sebutnya.
Sementara itu, simpanan masyarakat di PT Bank Pembangunan Daerah Bali dalam bentuk tabungan mengalami penurunan hingga 10,97 persen pada November 2020 dibandingkan dengan posisi akhir 2019 (year to date/YTD).
Direktur Bisnis Non-Kredit Bank BPD Bali I Nyoman Sumanaya mengatakan hingga November 2020 realisasi simpanan dalam bentuk tabungan di bank adalah senilai Rp9,06 triliun. Penurunan pendapatan yang terjadi di masyarakat membuat kemampuan simpanan ikut terdampak.
Hanya saja meskipun demikian, BPD Bali masih mencatatkan pertumbuhan giro dan deposito yang masing-masing naik 25,64 persen YTD dan 35,51 persen YTD. Nilai giro di BPD Bali per November 2020 adalah senilai Rp3,567 triliun dan deposito Rp9,723 triliun.
Secara total, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) di BPD Bali pun masih bisa tumbuh 11,4 persen YTD menjadi Rp22,347 triliun. Apabila dilihat secara tahunan, penghimpunan DPK memang tetap naik tetapi cukup tipis yakni tumbuh hanya 0,91 persen.
"Penerimaan masyarakat turun, jadi tidak ada saving. Pada pemerintah juga turun, terutama PHR, jadi giro pemerintah turun. Penarikan tabungan pasti ada," katanya.
Sumanaya pun menilai, penurunan tabungan juga berkaitan dengan banyak nasabah yang memindahkan simpanan ke dalam bentuk deposito.
Saat ini BPD Bali pun sedang menyiapkan sejumlah langkah agar menjaga likuiditas agar tidak mengalami penurunan. Upaya tersebut mulai dari memperbanyak nasabah ritel maupun meretensi nasabah eksisting. "Kami juga akan mencari potensi-potensi korporasi baru," sebutnya.