Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi April-Mei di Bali Diprediksi lebih Rendah Meski Memasuki Ramadan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memperkirakan inflasi pada periode April-Mei 2020 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Idul Fitri akan lebih rendah dari pola historisnya.
PT Angkasa Pura I (Persero) menerapkan social distancing di Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar./Dok. Istimewa
PT Angkasa Pura I (Persero) menerapkan social distancing di Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar./Dok. Istimewa

Bisnis.com, DENPASAR - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memperkirakan inflasi pada periode April-Mei 2020 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Idul Fitri akan lebih rendah dari pola historisnya.

Kepala KPwBI Bali Trisno Nugroho mengatakan hal tersebut di dasari oleh beberapa faktor, yakni lebih rendahnya permintaan konsumsi yang disebabkan oleh berbagai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah.

"Hal itu mengurangi mobilitas sosial yang berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik sehingga mengurangi pola konsumsi," kata Trisno melalui siaran pers, Senin (20/4/2020).

Dia menjelaskan pemerintah juga memastikan pasokan barang kebutuhan pokok, termasuk melalui peran TPI/TPID untuk antisipasi dampak covid-19 terhadap inflasi.

Selain itu, sambungnya, kondisi ekonomi secara keseluruhan juga menurun, sehingga berdampak pada ekspektasi inflasi yang rendah. Serta nilai tukar stabil dengan harga komoditas rendah sehingga persentase perubahan harga atau exchange rate pass through (ERPT) dan imported inflation rendah.

Di sisi lain, Trisno menyampaikan defisit transaksi berjalan triwulan I lebih rendah dari 1.5% Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurutnya, hal tersebut didukung oleh tiga faktor. Pertama, Neraca perdagangan yang membaik akibat penurunan ekspor yang disebabkan oleh melambatnya permintaan dunia. Namun penurunan impor juga besar karena aktivitas produksi dalam negeri menurun.

"Neraca perdagangan Indonesia Maret 2020 surplus USD743,4 juta. Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I 2020 surplus USD2,62 miliar," jelasnya.

Kedua, adanya defisit neraca jasa diperkirakan lebih rendah, didorong oleh penurunan devisa untuk biaya transportasi impor. Sekitar 8% dari nilai impor dipergunakan untuk freight and insurance. Ketiga, penerimaan devisa pariwisata jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

"Perhitungan yang dilakukan sebelumnya hanya memperhitungkan penurunan devisa pariwisata dari sisi jumlah wisatawan asing yang masuk," tambahnya.

Dia menuturkan, dalam perkembangannya terdapat pembatasan bepergian ke luar negeri termasuk pelaksanaan umroh, sehingga mengurangi penggunaan devisa dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri. Penurunan devisa untuk wisatawan asing yang masuk sekitar USD2 miliar. Sementara itu, penurunan devisa yang keluar dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri sekitar USD1,6 miliar.

Bank Indonesia memprediksi penurunan defisit transaksi berjalan kemungkinan akan meningkat pada triwulan II dan III 2020. Sebab, dampak tekanan ekonomi akibat pandemi covid-19 lebih dalam pada periode ini. Lalu berangsur membaik di triwulan IV dan pulih pada tahun depan.

"Secara keseluruhan, defisit tahun berjalan tahun ini diperkirakan akan lebih rendah”, tutur Trisno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Luh Putu Sugiari
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper