Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Baru 42 Persen KK di NTT Miliki Jamban

Water.org, sebuah lembaga nirlaba nonpemerintah, menyebutkan berdasarkan data smart sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) Kementerian Kesehatan, dari 22 kota/kabupaten di NTT, jumlah kepala keluarga yang sudah memiliki akses jamban sehat permanen (JSP) baru 42%.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, KUPANG - Water.org, sebuah lembaga nirlaba nonpemerintah, menyebutkan berdasarkan data smart sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) Kementerian Kesehatan, dari 22 kota/kabupaten di NTT, jumlah kepala keluarga yang sudah memiliki akses jamban sehat permanen (JSP) baru 42%.

"Menurut data Kementerian Kesehatan baru 42 persen KK di NTT yang sudah memiliki akses jamban permanen," kata Senior Program Manager water.org Rachmat Hidayad, Senin (11/11/2019), di sela-sela pelaksanaan workshop kredit mikro air minum dan sanitasi kelompok sistem penyediaan air minum dan sanitasi (SPAMS).

Ia menambahkan selain itu 42% lainnya sudah memiliki fasilitas sanitasi, tapi masih semipermanen atau sharing, dan sisanya sekitar 16 persen masih buang air besar sembarangan (BABS).

"Masih ada 16 persen KK di NTT yang diketahui masih buang air besar sembarangan (BABS)," ujar dia.

Kondisi air perkotaan di Provinsi NTT melalui 15 PDAM kota/kapupaten pun, lanjut dia, baru bisa melayani sekitar 135.209 KK dengan jumlah potensi sambungan rumah (SR) masih di angka 279.385 KK.

Begitu juga dengan kondisi air di pedesaan di NTT, dari 3.268 desa, baru 1.507 desa yang memiliki sistem penyediaan air minum (SPAM) dari Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS).

Ia menambahkan kesenjangan yang masih cukup besar antara ketersediaan air bersih dan sanitasi layak di NTT, yang berdampak pada tingginya tingkat kekerdilan, bukan hanya menjadi pekerjaan rumah pemerintah, tetapi juga semua pemangku kepentingan terkait harus turut serta menyelesaikan masalah ini.

Menurut hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) Kementerian Kesehatan Tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi balita pendek dan balita sangat pendek (stunting) di NTT adalah 40,3%.

Hal ini, katanya, menjadikan Provinsi NTT salah satu dari dua provinsi selain NTB yang mempunyai prevalensi balita pendek dan balita sangat pendek di atas prevalensi nasional, yaitu sebesar 29,6%.

Kondisi ini, menurut Rachmat, menjadi tantangan besar bagi pemerintah di NTT, karena menurut WHO permasalahan kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi kekerdilan sudah di atas 40%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Ajijah
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper