Bisnis.com, MATARAM – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, menyita bukti kasus korupsi pencairan kredit Bank NTB Cabang Dompu berupa sebidang lahan di wilayah Kandai Satu, yang menjadi lokasi pembangunan perumahan milik debitur.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ery Harahap di Mataram, Rabu (3/7/2019), membenarkan bahwa pihaknya menyita lahan tersebut sebagai alat bukti yang akan memperkuat berkas perkara milik tersangka.
"Lahan itu merupakan bukti aset yang kita sita, masuk dalam kelengkapan berkas," kata Ery Harahap.
Lebih lanjut, dalam perkembangan penanganannya dikatakan bahwa penyidik jaksa sedang sibuk merampungkan berkas untuk persiapan ke tahap selanjutnya, yakni penuntutan di pengadilan.
"Jadi sekarang kita tinggal rampungkan berkas untuk dilimpahkan ke penuntutan," ujarnya.
Langkah terakhir menuju penuntutannya, telah diperkuat dengan hasil pemeriksaan dua tersangka yang diketahui hingga kini masih berstatus tahanan kota.
Begitu juga dengan potensi kerugian negara yang besarannya mencapai Rp6,2 miliar. Nilai dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut diklaim sebagai aliran dana yang tidak sehat.
Dari data yang diperoleh, nominal Rp6,2 miliar muncul dari lima bentuk transaksi yang mengalir secara bertahap ke pihak debitur, mulai dari pencairan Rp3 miliar, Rp1,5 miliar, Rp1 miliar, Rp500 juta, hingga Rp200 juta.
"Jadi angka kerugian yang sudah kami terima itu masuk sebagai 'total loss' kerugian negaranya," ucap Ery.
Aliran Dana
Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, mengantongi nilai kerugian negara dalam kasus pencairan kredit Bank NTB Cabang Dompu.
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Senin (1/7/2019), mengungkapkan, nilai kerugian negara yang muncul dalam kasus ini sesuai dengan nominal kredit yang telah dicairkan secara bertahap.
"Jadi nilai kerugiannya itu sesuai yang sudah dicairkan, Rp6,2 miliar," ungkap Dedi.
Dalam perkembangan penanganan kasus dugaan pencairan kredit fiktif ini, Kejati NTB telah memunculkan peran dua tersangka, yakni, Kepala Bank NTB Cabang Dompu berinisial SR dan pihak penerima kredit modal kerja dari perusahan berinisial PDM, berinisial SUR.
Dalam dugaan sementara, keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam pencairan kredit bernilai miliaran rupiah tersebut.
Salah satu alat bukti yang mendorong kasusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan dan dilanjutkan dengan penetapan tersangka, yakni adanya temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana tidak sehat senilai Rp6,2 miliar, yang saat ini telah ditetapkan sebagai nilai kerugian negaranya.
Dari data yang diperoleh, nominal Rp6,2 miliar muncul dari lima bentuk transaksi yang mengalir ke pihak debitur secara bertahap, mulai dari pencairan Rp3 miliar, Rp1,5 miliar, Rp1 miliar, Rp500 juta, hingga Rp200 juta.
Aliran dananya diduga masuk kepada oknum pejabat BPD NTB maupun pihak ketiga yang berperan sebagai mitra perbankan. Bahkan, terendus modus pencairannya yang tidak prosedural alias melanggar kesepakatan kontrak dengan mitra perbankan.