Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur segera mempertemukan lintas pihak untuk mengatasi praktik pungutan liar (pungli) yang marak terjadi pada objek-objek wisata di daerah setempat.
"Rencananya tanggal 24 Juni nanti kami mengadakan pertemuan bersama semua pihak dari camat, kepala desa, tokoh masyarakat adat, unsur TNI-Polri dan lintas pihak lain untuk membicarakan penanganan masalah pungli ini," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumba Barat Daya, Christofel Horo, ketika dihubungi dari Kupang, Jumat (14/6/2019).
Ia mengatakan hal itu terkait upaya pemerintah daerah menangani persoalan praktik pungutan liar yang marak terjadi pada berbagai objek wisata di Kabupaten Sumba Barat Daya, Pulau Sumba.
Diakuinya bahwa persoalan pungli pada objek-objek wisata di daerah itu masih marak terjadi dan selalu menghadirkan cerita yang miring bagi para wisatawan. "Ini (pungli) tidak hanya dirasakan wisatawan dari luar daerah, tapi warga lokal di sini juga terusik dengan kondisi ini," katanya.
Menurutnya, kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah setempat sehingga upaya mereduksi praktik pungli ini perlu segera dilakukan.
"Untuk itu pada pertemuan dalam waktu dekat ini untuk menentukan seperti apa penetrasi dari pemerintah daerah bersama berbagai pihak terkait untuk mengatasi pungli ini," katanya.
Baca Juga
Pihaknya berharap pertemuan lintas pihak itu nantinya bisa menemukan jalan keluar terbaik untuk penanganan praktik pungli sehingga tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Sebelumnya, persoalan pungli pada objek wisata di Sumba Barat Daya mendapat sorotan dari pelaku wisata yang membawa wisatawan ke daerah setempat.
Hal ini dikemukakan pemilik operator tour PT Flores Komodo Tours, Oyan Kristian, yang menjadi korban praktik pungli pada sejumlah objek wisata seperti Tanjung Mareha, Watu Malando, dan Pantai Mbawana.
"Yang membuat kami heran juga praktik pungli pada berbagai objek wisata ini tidak hanya dari orang dewasa namun juga anak-anak setempat," katanya.
Ia mengatakan, praktik pungli dilakukan dengan berbagai alasan seperti buku tamu untuk tiket masuk, parkiran, dan pemakaian toilet. Selain itu, ketika wisatawan berdiri di samping kuda untuk berpose juga harus membayar di luar dari biaya ketika ingin menunggangi kuda.
Pihaknya berharap, persoalan ini segera ditanggapi pemerintah daerah setempat karena jika dibiarkan akan memberikan citra buruk bagi pariwisata setempat sehingga menyulitkan promosi dalam meningkatkan kunjungan wisatawan.