Bisnis.com, DENPASAR – Pengaruh pelaksanaan IMF & World Bank Annual Meeting terhadap potensi meningkatnya inflasi di Bali dinilai akan kecil.
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Bali I Gede Nyoman Subadri menuturkan dari data tahun -tahun sebelumnya, paska pelaksanaan event besar tidak terjadi kenaikan inflasi secara tajam.
Dia menyatakan pemangku kepentingan di daerah ini dan swasta sudah siap untuk mengurai alur distribusi bahan bangan agar ketika terjadi lonjakan permintaan tidak naik.
"Dulu kan sudah pernah ada APEC 2013 dan itu pengaruhnya kecil terhadap inflasi," jelasnya, Senin (24/9/2018).
Namun, pihaknya tidak bersedia menyebutkan prediksi inflasi paska event tiga tahunan yang diikuti 189 negara tersebut. Subadri menekankan kesiapan rantai distribusi serta pemangku kepentingan di Bali dalam menjaga inflasi sudah teruji.
Sementara itu, TPID Bali memprakirakan inflasi Bali pada triwulan IV/2018 melandai dibanding triwulan sebelumnya dalam kisaran 3,75%-4,15% (yoy). Tingkat inflasi yang lebih rendah tersebut disebabkan oleh masuknya periode panen, khususnya untuk komoditas pangan dan telah berlalunya periode peak season pariwisata di Bali, sehingga tingkat harga-harga secara umum relatif lebih terkendali.
Meskipun terdapat risiko kenaikan inflasi, namun melalui koordinasi dan kerja sama dengan TPID, tingkat inflasi Bali pada triwulan IV/2018 diprakirakan dapat terjaga. Hal itu sejalan dengan upaya TPID se-Provinsi Bali dalam pengendalian inflasi dan beberapa langkah-langkah strategis yang akan dilakukan untuk melakukan pengendalian inflasi.
Secara keseluruhan, inflasi Bali 2018 diprakirakan akan mengalami peningkatan dan berada dalam kisaran 3,75%-4,15% (yoy), lebih tinggi dibanding realisasi inflasi 2017 yang sebesar 3,32% (yoy). Meskipun demikian, prakiraan inflasi tersebut masih masuk dalam rentang sasaran inflasi Nasional yang sebesar 3,5%±1% (yoy).
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, peningkatan tekanan inflasi pada 2018 terutama bersumber dari hampir semua kelompok pengeluaran.