Bisnis.com, DENPASAR — Perbankan dan pengembang perlu mematangkan rencana implementasi terkait permasalahan persyaratan administrasi khususnya bagi calon debitur KPR tipe kecil sebagai kelanjutan kebijakan pelonggaran uang muka perumahan.
Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura menyatakan hal tersebut berkaitan dengan program relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) dari fasilitas kredit atau pembiayaan perumahan. Namun, program yang diluncurkan BI tersebut sudah sangat bagus dalam mendorong kepemilikan rumah.
“Hanya saja concern dari kami di antaranya terkait kesiapan perbankan dalam penyaluran kredit dengan skema yang baru,” jelasnya, Selasa (17/7/2018).
Dia mengaku sudah bertanya ke sejumlah perwakilan bank di Bali tetapi belum ada yang menyatakan siap mengeksekusi pelonggaran tersebut. Pande menilai situasi ini terjadi karena dugaanya bahwa perbankan masih melihat potensi permasalahan di lapangan.
Kendati demikian REI tetap mengharapkan akan ada peningkatan pembelian rumah dan pembiayan melalui fasilitas KPR. Berkaca dari pengalaman sebelumnya (relaksasi LTV/FTV 2016), dampak positif yang langsung dirasakan para anggota REI adalah adanya peningkatan penjualan khususnya pada kepemilikan rumah kedua.
“Kedepan, dengan diterapkannya kembali relaksasi LTV/FTV pada Agustus 2018, permintaan pada sektor properti residensial di Bali dapat terakselerasi,” harapnya.
Kepala BI Bali Causa Iman Karana menyakini pada triwulan ketiga pertumbuhan properti akan semakin kencang dengan berlakunya kebijakan pelonggaran LTV yang dikeluarkan Bank Indonesia. Kebijakan makro prudensial yang akomodatif melalui LTV dan FTV ditujukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan stabilitas keuangan.
Menurutnya, penyaluran kredit tetap diserahkan kepada masing-masing bank dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
Dia menjelaskan kebijakan ini meliputi beberapa aspek yakni pelonggaran rasio LTV untuk kredit properti, dan rasio FTV untuk pembiayaan properti, pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden, serta penyesuaian pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit/pembiayaan. Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung kinerja sektor properti