Bisnis.com, DENPASAR—Sebanyak 13 Industri Kecil Menengah (IKM) Bali memanfaatkan fasilitas fiskal Tempat Penimbunan Berikat (TPB). Jumlah ini cukup kecil atau hanya sebanyak 0,70% dari keseluruhan jumlah IKM nasional yang telah memanfaatkan fasilitas ini.
Padahal, Bali sendiri memiliki satu pusat logistik berikat yang sudah dapat dimanfaatkan yakni milik PT Khrisna Cargo.
Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah DJBC Bali Nusra Anang Bagus Giarto mengatakan hanya ada 13 jenis IKM di Pulau Dewata yang memanfaatkan fasilitas ini. IKM itu meliputi industri yang bergerak di bidang furniture, kerajinan perak, dupa, minyak spa, hingga usaha rambut palsu.
Kata dia, potensi IKM di Bali sebenarnya sangat besar untuk memanfaatkan fasilitas ini. Lantaran, jumlah IKM yang tergolong besar, namun fasilitas ini belum banyak dimanfatkan IKM.
Adapun data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, pertumbuhan jumlah IKM di Bali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir tumbuh rata-rata 6,14% per tahun. Dari 11.905 IKM pada 2013 menjadi 14.992 IKM pada 2017.
"IKM di Bali yang memanfaatkan fasilitas tempat penimbunan berikat dan IKM sangat kecil dari total nasional padahal potensi di sini besar karena jumlah IKM yang cukup banyak," katanya kepada Bisnis, Kamis (22/2/2018).
Kata dia, jika IKM di Bali mulai memanfaatkan TPB, maka bisa menekan biaya produksi hingga 40%. Sementara, saat ini sebagian besar IKM Bali karena tidak memanfaatkan fasilitas TPB. IKM di Bali cenderung membeli barang eks impor sebagai bahan baku. Padahal harganya akan jauh lebih tinggi sehingga biaya produksi akan semakin meningkat.
"Jadi sebagian memang masih membeli di lokal dengan memanfaatkan barang eks impor," sebutnya.
Berdasarkan survey pada 4 wilayah Indonesia yang telah memanfaatkan Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yakni di Bogor, Semarang, Boyolali, dan Pasuruan telah memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan.
Kontribusi KB dan KITE di 4 wilayah tersebut yakni rata-rata sebesar 16% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setempat atau senilai Rp61,2 triliun.