Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menilai serapan rumput laut petani oleh industri pengolahan dalam negeri masih rendah sehingga sebagian besar produksi masih diekspor.
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengatakan daya saing industri pengolahan rumput laut domestik harus ditingkatkan dengan menyesuaikan dengan harrga yang berlaku di pasar internasional.
Selain itu, industri pengolahan perlu memperhatikan persediaan bahan baku alias inventori atau buffer stock selama kurun tertentu guna menjaga kelangsungan proses produksi. Industri juga harus berinovasi menghasilkan produk-produk yang berstandard internasional sehingga bisa diterima oleh pasar domestik maupun luar negeri.
“Bila industri pengolahan kita berdaya saing harusnya mereka bisa bersaing dengan negara lain mendapatkan bahan baku yang berlaku di pasar,” kata Safari dalam siaran pers, Kamis (25/1/2018).
Menurut dia, saat ini Indonesia harus siap menjadi bagian dari rantai nilai global (global value chain). Pemerintah harus menjaga harmoni hulu dan hilir. Di sisi hulu, petani dan pembudidaya harus mendapat perhatian karena selama ini sangat berperan menciptakan kesejahteraan daerah pesisir. Pemerintah harus melindungi keberlangsungan budidaya dan produksi rumput laut
Di bagian hilir ekspor rumput laut juga menghasilkan devisa bagi negara. Pemerintah bisa memberikan insentif khusus terhadap industri dan menghilangkan ekonomi biaya tinggi.
"Industri pun sebaiknya meningkatkan teknologi pengolahan agar lebih efisien, menyiapkan SDM yang handal, serta menciptakan jaringan pemasaran yang lebih baik,” ujar Safari.
Dia berpendapat sebaiknya industri dalam negeri mulai merintis kebun inti atau lebih aktif menjalin kemitraan dengan plasma untuk kepastian bahan baku karena lahan untuk pengembangan budidaya masih terbentang luas.