Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Rantai Pasok Jadi Penghalang Pengendalian Harga di Bali

Panjangnya mata rantai ini menyebabkan harga transportasi pengiriman komoditas mahal sehingga harga yang diberikan ke konsumen menjadi mahal.
Harian Noris Saputra
Harian Noris Saputra - Bisnis.com 31 Januari 2023  |  20:02 WIB
Rantai Pasok Jadi Penghalang Pengendalian Harga di Bali
Seorang ibu membeli jahe dan rempah-rempah lainnya di pasar Badung, Provinsi Bali pada Selasa (10/3/2020). - Bisnis

Bisnis.com, DENPASAR – Panjangnya rantai pasok komoditas dari petani hingga ke konsumen masih menjadi masalah yang belum bisa terselesaikan secara optimal di Bali sehingga berdampak ke tingginya inflasi.

Mata rantai pasok komoditas strategis seperti beras, cabai, bawang merah, bawang putih, tomat dan sayur yang dipanen oleh petani masih terbilang panjang. Sebelum sampai ke pengecer atau pedagang di pasar, komoditas pertama kali diserap oleh pengepul, kemudian ke distributor, dari distributor baru ke pedagang pasar.

Panjangnya mata rantai ini menyebabkan harga transportasi pengiriman komoditas mahal sehingga harga yang diberikan ke konsumen menjadi mahal.

Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengakui panjangnya rantai pasok komoditas di Bali membuat harga komoditas strategis sulit dikendalikan, kemampuan pemerintah untuk melakukan intervensi pasar pun masih terbatas.

“Pada dasarnya petani yang menjual hasil produksinya dengan harga yang murah, tetapi saat tiba di pasar akan jauh lebih mahal akibat panjangnya mata rantai tengkulak,” jelas Cok Ace dalam keterangan resminya, Selasa (31/1/2023).

Oleh karena itu, kerja sama antardaerah dalam distribusi komoditas harus ditingkatkan. Cok Ace menjelaskan pertukaran informasi antar kabupaten dan kota di Bali soal stok dan harga komoditas masih belum optimal, sehingga daerah-daerah surplus komoditas belum melakukan distribusi secara optimal.

Komunikasi antar lembaga lintas kabupaten harus ditingkatkan agar pendistribusian komoditas bisa dilakukan secara optimal sehingga bisa menekan harga yang diberikan oleh pengepul atau tengkulak.
Cok Ace juga mendorong pasar induk yang ada digunakan dipasok secara maksimal agar ketersediaan komoditas mencukupi kebutuhan masyarakat.

“Penekanan inflasi bisa dilakukan apabila kita semua stakeholder bekerjasama dengan baik, terlebih Bali memiliki pasar induk yang berfungsi untuk mengontrol harga," jelasnya.

Selain itu Bali juga harus memiliki sumber-sumber informasi antar kabupaten. Semisal kabupaten Klungkung dan Karangasem memiliki ketersediaan cabai maka kabupaten lain termasuk Denpasar bisa langsung memantau dan berkoordinasi tentang harga pasar. Misalnya lagi kabupaten Tabanan sebagai lumbung padi bisa mengkoordinasikan ketersediaan yang ada dengan kabupaten lainnya, sehingga stok bahan pokok makanan sehari-hari dapat kita pantau bersama, dan tidak terjadi penumpukan di satu wilayah dan juga tidak ada kekurangan di wilayah lainnya.

Pemantauan harga yang dilakukan di pasar Badung pada Selasa (31/1/2023) terpantau harga cabai yang didatangkan dari Jawa dipatok dengan harga Rp45.000 per kg atau lebih murah dari cabai yang didatangkan dari kabupaten di Bali sendiri yang harganya mencapai Rp50.000 per kg.

Sementara harga bahan makanan lain seperti bawang merah di bandrol dengan harga Rp27.000 per kg, bawang putih Rp22.000 per kg, telur ayam Rp47.000 per krat, beras putri 13.000 per kg, minyak bimoli Rp22.000 per liter, daging ayam Rp33.000 ribu per kg, gula Rp15.000 per kg, udang Rp60.000 per kg dan tomat Rp10.000 ribu per kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

bali Inflasi harga cabai kebutuhan pokok cabai
Editor : Miftahul Ulum

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top