Bisnis.com, DENPASAR - “Saat ini saya lebih mudah menarik tamu Eropa seperti dari Inggris, Jerman, dan negara eropa lainnya ternyata sangat antusias. Dan mereka menginap dalam jangka waktu yang lama mulai dari 14 hari hingga tiga bulan,” jelas Cluster Hotel Manager SoL by Melia, Putu Yeni Navitarini kepada Bisnis.
Kabar ini sangat menggembirakan bagi salah satu hotel bintang lima di kawasan ITDC Nusa Dua ini. Sejak pandemi menerjang pada 2020 hingga 2021, tingkat hunian hotel di daerah ini turun drastis karena wisatawan asing tidak berkunjung. Walhasil selama hampir dua tahun, hotel minim pendapatan sehingga harus menghemat dari berbagai lini.
Asa ini kembali bangkit dengan dibukanya pintu bandara I Gusti Ngurah Rai. Namun mengharapkan wisman kembali menetap dalam jangka waktu lama tentu tidak mudah karena berbagai pertimbangan. Karena itulah, ketika wisman datang dan menetap dalam jangka waktu lama karena salah satunya pertimbangan energi ramah lingkungan maka menjadi kabar sukacita bagi manajemen. Ditambah lagi dengan ajang G20 yang puncaknya pada 15-16 November 2022.
Saat ini, pemesanan kamar di Sol Melia penuh hingga akhir 2022. Bahkan, hingga Maret 2023 juga sudah full booking. Putu Yeni mengklaim ini terjadi karena ada efek samping dari penggunaan liquefied natural gas (LNG) sejak September 2022. Menurutnya, wisman yang menginap di tempatnya bekerja mulai memahami peran nyata hotel terhadap lingkungan bersih. Inilah yang mendorong wisman memilih rela menetap dalam jangka waktu lama.
“Terutama wisman dari Inggris dan Jerman, mereka sampai menginap dalam jangka panjang 14 hari sampai 3 bulan setelah tahu kontribusi kami terhadap lingkungan,” tuturnya.
Pasokan untuk Sol Melia disuplai oleh Pertagas Niaga sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina. Gas disalurkan menggunakan infrastruktur microbulk berkapasitas 3000 meter kubik. Oleh pihak hotel, LNG digunakan untuk energi ke dapur restoran hotel. Sebelumnya, pihak hotel menggunakan elpiji. Sejak berevolusi menggunakan gas alam, manajemen mengklaim mendapatkan efisiensi dalam hal pembayaran serta produktivitas meningkat.
Upaya merevolusi penggunaan energi bersih dari dapur juga ditempuh oleh Trans Resort Bali. Hotel di daerah Seminyak ini menggunakan compressed natural gas (CNG yang disalurkan menggunakan cradle berkapasitas 60 meter kubik, dan infrastruktur penunjang yaitu pressure reducting system (PRS). Kebijakan tersebut diambil sejak pertengahan tahun ini. Dampaknya sangat positif.
Biasanya, Trans Resort Bali melakukan maintenance dapur setiap satu bulan sekali. Namun dengan CNG, selama 6 bulan ini, dapur tidak memerlukan perawatan intensif karena nyala api tetap stabil dan bersih. General Manager Trans Resort Bali Alex Jovanovich menuturkan biaya untuk energi memiliki porsi 8% dari total biaya operasional. Penggunaan energi ramah lingkungan saat membantu menekan operasional. Khususnya ketika masa paska pandemi, kunjungan wisman belum normal.
Sebagai gambaran, total jumlah wisman ke Bali pada akhir 2022 diprediksi hanya sekitar 1,5 juta orang. Sebelum pandemi, kunjungan wisman mencapai 6,5 juta orang. Karena alasan itu, hotel harus berhemat.
"Kami membuat meterik untuk penggunaan clean energy. Tentunya agar lebih reliable, bersih, dan tidak terlalu membutuhkan banyak penyesuaian dengan peralatan dapur yang sudah ada. Dengan pemakaian CNG, maintenance dapur menjadi lebih minim," ungkapnya.
CNG dan LNG merupakan gas bumi yang mengandung 70-80 persen metana dan dikompresi serta dimasukkan dalam tabung. Perbedaan dengan elpiji adalah sumbernya. Elpiji berasal dari uap minyak bumi yang dikompres dan saat ini Indonesia masih mengandalkan impor minyak bumi. Adapun CNG dan LNG bersumber dari gas dalam negeri.
Dibandingkan elpiji, gas alam diklaim lebih ramah. Dalam uji coba di Trans Resort Hotel Bali, penggunaan 11.220 meter kubik gas CNG per bulan mengurangi CO2 sebesar 10 persen. Adapun efisiensi pengeluaran bulanan untuk pembayaran energi hemat hingga 16 persen dari sebelumnya Rp160 juta per bulan menjadi Rp134,6 juta per bulan.
Sejumlah hotel di Pulau Dewata kini mulai menyadari pentingnya penggunaan energi ramah lingkungan. Selain Sol Melia dan Trans Resort Hotel, Hotel Conrad serta Prime Plaza Hotel Sanur dan Prime Plaza Suites Sanur juga sudah beralih. Beberapa restoran di daerah Seminyak, Badung juga mulai menggunakan CNG dan LNG sebagai alternatif sumber energi.
Kendati demikian, Ketua Indonesian Food & Beverage Executive Association (IFBEC) Bali Ketut Darmayasa hotel di Bali menekankan, lambat laun pelaku akan beralih menggunakan energi gas alam untuk sumber energi di dapur. Saat ini belum banyak karena masih melihat ketersedian dan jaminan pasokannya. Diakuinya, hotel mendapatkan manfaat dengan beralih dari elpiji ke gas alam. Pertama, efisiensi dan kedua, keberpihakan terhadap lingkungan.
“Kalau pasokannya lancar, teman-teman pelaku pasti mau. Karena begini, kebutuhan untuk energi alternatif ini sangat besar dan juga isunya menjual bagi pelaku usaha,” tuturnya.
Dengan situasi paska Covid-19, hotel-hotel akan berpikir bagaimana lebih efisien dan pro lingkungan. Ini wajib diadopsi karena hotel juga harus tunduk dengan aturan pemda setempat. Bali telah merancang peta jalan sebagai provinsi hijau atau green province. Sebagai provinsi ramah lingkungan, sektor ekonomi pendukungnya wajib mengadopsi. Salah satunya adalah konsep green tourism.
Beleid untuk merealisasikannya sudah dituangkan dalam Pergub Bali No.45/2019 tentang Bali Energi Bersih. Dalam beleid itu disebutkan bahwa salah satu energi yang harus didorong penggunaanya adalah energi yang dihasilkan oleh sumber energi yang dalam produksi maupun penyediaannya tidak menimbulkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah yang berdampak negatif bagi lingkungan hidup yaitu gas alam dan energi terbarukan. Salah satunya adalah, gas alam cair adalah gas alam yang telah diproses untuk menghilangkan pengotor (impuritas) dan hidrokarbon fraksi berat dan kemudian dikondensasi menjadi cairan pada tekanan atmosfer dengan mendinginkannya sekitar minus 160° Celcius.
Gubernur Bali I Wayan Koster dalam berbagai kesempatan menegaskan peraturan ini dibuat tidak semata-mata untuk mengikuti tren serta sekedar transisi energi. Lebih dari itu, Koster menekankan ekosistem Bali secara konseptual sudah sangat bagus dan harus diimbangi dengan impelementasi aturan yang dapat menjaga keseimbangan alam dan manusia. Pergub ini dibuat agar lingkungan Bali tidak hanya bersih tetapi juga berkualitas bagi masyarakat karena menggunakan energi ramah lingkungan.
Kabid ESDM Disnaker dan ESDM Bali Ida Bagus Setiawan mengungkapkan saat ini pihaknya sedang menyusun rancangan untuk pemberian insentif bagi pelaku pariwisata yang mengadopsi energi terbaruk. Insentifnya berupa nonfiskal seperti penghargaan dan saat ini sedang disusun petunjuk teknisnya. Diharapkan pemberian tersebut akan mendorong minat pelaku pariwisata seperti yang sudah dilakukan oleh hotel-hotel pengguna CNG dan LNG di Bali.
Presiden Direktur Pertagas Niaga Aminuddin menegaskan Bali tidak cukup hanya indah. Melainkan juga butuh bersih. Untuk bisa mewujudkan Bali yang bersih sesuai konsep green tourism, sumber energi yang digunakan juga harus lebih ramah lingkungan.
Khusus bagi industri hotel, restoran dan café di Bali, Pertagas Niaga optimistis dapat mengalirkan gas baik dalam bentuk CNG maupun LNG di sebesar 12.000 MMBTU per bulan yang dipasok dari gas Jawa Timur maupun Kalimantan. Volume ini diprediksi akan naik signifikan dengan kesadaran pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan. CNG dan LNG disalurkan oleh Subholding Gas Pertamina sebagai alternatif bagi konsumen yang wilayahnya belum tersambung jaringan pipa gas. Pihaknya mengklaim, hotel akan mendapatkan penghematan hingga 37 persen.
Aminuddin, menjelaskan Pertagas Niaga membidik hotel dan restoran karena merupakan industri terbesar di Bali jika dibandingkan dengan industri lainnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah hotel di Bali hingga 2021 mencapai 403 hotel, paling banyak berada di kabupaten Badung, Denpasar dan Gianyar. Sedangkan jumlah restoran dan rumah makan di Bali pada 2021 mencapai 3.868 unit. Jika dua industri tersebut beralih ke LNG akan mempercepat target Bali menuju pariwisata hijau atau green tourism yang lebih sehat, nyaman dan ramah lingkungan bagi wisatawan mancanegara dan domestik.
Jika konsumen LNG terus tumbuh, Pertagas Niaga membuka peluang untuk membangun hub atau terminal LNG di Bali untuk memenuhi pasokan LNG sehingga tidak perlu menggunakan truk ISO Tank dari Kalimantan. Saat ini, depo CNG berada di lokasi Terminal Mengwi, Kabupaten Badung.
“Kami akan melihat demand di Bali, jika besar tentu membangun hub akan lebih ekonomis, mungkin pembangunan hub bisa di Jimbaran yang kami nilai cocok. Tapi selama masih pasokan bisa dipenuhi dengan truk iso tank, kami akan gunakan itu,”ujarnya.