Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Delapan Kabupaten di NTB Masih Menjadi Kantong Kemiskinan Ekstrem

BPS menyebutkan secara umum 41,4 persen penduduk yang bekerja di sektor pertanian padi dan palawija masih miskin.
Peternak memberi makan sapi di Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Mataram, NTB, Selasa (19/7/2022). Menurut data Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (Satgas PMK) hingga (17/7/2022) tercatat sebanyak 513.059 ekor sapi telah mendapatkan vaksinasi PMK dimana penyakit tersebut telah menyerang ternak di 263 kabupaten/kota di 22 provinsi di Indonesia dengan mayoritas menyerang sapi./Antara-Ahmad Subaidi.
Peternak memberi makan sapi di Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Mataram, NTB, Selasa (19/7/2022). Menurut data Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (Satgas PMK) hingga (17/7/2022) tercatat sebanyak 513.059 ekor sapi telah mendapatkan vaksinasi PMK dimana penyakit tersebut telah menyerang ternak di 263 kabupaten/kota di 22 provinsi di Indonesia dengan mayoritas menyerang sapi./Antara-Ahmad Subaidi.

Bisnis.com, DENPASAR – Kemiskinan ekstrem masih menjadi masalah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan presentase 4,7 persen atau 246.000 orang masih dikategorikan sebagai penduduk miskin ekstrem.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat delapan kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat masih memiliki penduduk dengan kategori kemiskinan ekstrem, terbesar berada di kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara kemudian Bima. Lima kabupaten lainnya yakni Lombok Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, dan Lombok Tengah.

Asisten Ketua Pokja Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Ardi Adji, menjelaskan delapan kabupaten tersebut menjadi fokus pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan ekstrIm di NTB. Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem di NTB pada 2024 bisa turun hingga nol persen.

“Kemiskinan ekstrem di NTB menjadi salah satu perhatian pemerintah pusat dari 212 kabupaten dan kota yang masih memiliki penduduk dengan kategori kemiskinan ekstrem yang harus diturunkan menjadi nol persen pada 2024 sesuai dengan target bapak Presiden,” jelas Ardi pada seminar, Selasa (19/7/2022).

Penduduk miskin ekstrem berada pada sektor pertanian padi dan palawija, sektor pertambangan, industri listrik, bangunan, perdagangan dan transportasi. BPS menyebutkan secara umum 41,4 persen penduduk yang bekerja di sektor pertanian padi dan palawija masih miskin. Artinya kalau ada penduduk NTB yang bekerja di sektor pertanian padi dan palawija maka 41 orang itu miskin, termasuk miskin ekstrem.

Masih adanya penduduk miskin ekstrem di NTB disebabkan oleh beberapa masalah yang belum teratasi seperti minimnya akses transportasi umum di pedesaan yang berfungsi untuk mengangkut hasil panen di desa untuk didistribusikan ke kota.

BPS menyebut akses angkutan umum di Lombok Timur hanya 42,91 persen, Lombok Tengah 20,14 persen, Lombok Barat 34,4 persen. Minimnya angkutan umum yang memadai membuat penduduk harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk transportasi seperti kredit sepeda motor, mobil angkutan.

Untuk mengeluarkan 4,7 persen penduduk miskin ekstrem, pemerintah melakukan penguatan jaminan sosial dan kesehatan untuk mengurangi beban pengeluaran penduduk miskin ekstrem di NTB dengan memberikan jaminan sosial dan subsidi dengan bantuan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), jaminan BPJS kesehatan hingga program Kartu Indonesia Pintar untuk Pendidikan.

“Penduduk miskin ekstrem jangan sampai mengeluarkan biaya jika sakit, kalau ada yang sekolah harus mendapatkan KIP, ini cara pemerintah menekan beban pengeluarannya. Kemudian yang masih usia produktif diberikan pemberdayaan UMKM, akses pekerjaan, Pemda di kabupaten harus serius mengawal program ini, memastikan bantuan itu sampai ke 4,7 persen yang miskinnya ekstrem tersebut,” ujar Ardi.

Pengamat Ekonomi Universitas Mataram, Iwan Harsono, menjelaskan, perlu keseriusan pemerintah daerah untuk menjalankan program untuk penanggulangan kemiskinan di NTB. Keberpihakan anggaran, implementasi program bagi masyarakat miskin di tingkat kabupaten dinilai masih belum optimal.

“Kami masih menemukan ada kabupaten yang belanjanya untuk program penanggulangan kemiskinan tinggi tapi masyarakat miskinnya tidak kunjung turun, ini menjadi masalah dan mencerminkan Pemkab masih belum serius menjalankan program tersebut. Oleh sebab itu angka kemiskinan ditargetkan turun satu digit saja kami lihat sulit,” ujar Iwan. (C211)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper