Bisnis, MATARAM—Izin investasi pemanfaatan ruang bawah laut di Nusa Tenggara Barat belum bisa diproses karena masih menunggu integrasi data rencana tata ruang wilayah dengan sistem online single submission.
Integrasi data tersebut bagian dari perubahan skema perizinan Penanaman Modal Asing (PMA) pada investasi pemanfaatan ruang bawah laut yang awalnya diproses di Provinsi, namun setelah adanya UU Cipta Kerja beralih menjadi wewenang Pemerintah Pusat. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Yusron Hadi menjelaskan jika pertengahan 2021, integrasi data tersebut diharapkan sudah rampung.
"Kami berharap jika integrasi RTRW yang sedang diproses oleh badan perencanaan daerah [Bappeda] bisa rampung pertengahan tahun, sehingga izin investasi bisa diproses," jelasnya kepada Bisnis pada Senin (15/3/2021).
Terbitnya UU Cipta kerja mengharuskan investasi di laut dilakukan pada sistem OSS, tanpa harus melewati jalur birokrasi daerah seperti sebelumnya. "Kalau sebelumnya pengusaha mengajukan ke Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB, kemudian Dinas Penanaman Modal meminta rekomendasi Tim Koordinasi dan Penataan Ruang Daerah (TKPRD), setelah mendapat rekomendasi TKPRD baru DPMPSTP menerbitkan izin lokasi," ujar Yusron.
Penanaman Modal Asing (PMA) yang memanfaatkan bawah laut harus menyesuaikan ketentuan aturan UU Cipta Kerja, seperti pemanfaatan ruang budidaya dan batas maksimal pemanfaatan laut.
Pengajuan izin pemanfaatan bawah laut yang dilakukan oleh dua investor PT Autorei dan PT Eco Solution Lombok (ESL) di pantai Pink, Lombok Timur misalnya saat ini belum bisa diproses karena menunggu integrasi di OSS tersebut. "Kamu harus menunggu integrasi data, sekarang bolanya ada di Bappeda, kapan selesai baru bisa diproses izin dua perusahaan tersebut," ujarnya.