Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Usaha di Bali Minta OJK Terbitkan Kebijakan Khusus

Saat ini para pengusaha yang masih mendapatkan restrukturisasi tidak dapat mengajukan tambahan kredit. Padahal, jika dilihat dari appraisal, aset yang diagunkan memiliki sisa nilai untuk pengajuan penambahan pinjaman.
Ilustrasi./Bisnis-Abdurachman
Ilustrasi./Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, DENPASAR - Pelaku usaha di Bali meminta agar Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan kebijakan khusus seperti saat adanya erupsi Gunung Agung dengan tujuan untuk memberi keringanan pinjaman dana di tengah Pandemi Covid-19.

Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali Agus Permana Widura mengatakan pihaknya meminta agar ada upaya riil pemerintah, terutama dari pembuat kebijakan di sektor jasa keuangan yakni OJK untuk segera menerbitkan peraturan 'force majeure di Pulau Dewata.

"Kami menginginkan agar OJK memberikan POJK khusus kepada Bali. Itu sudah pernah dilakukan sebelumnya saat kejadian erupsi Gunung Agung yang intinya adalah memberikan keringanan kepada para pengusaha," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (18/2/2021).

Agus mengakui bahwa saat ini para pengusaha yang masih mendapatkan restrukturisasi tidak dapat mengajukan tambahan kredit. Padahal, menurutnya jika dilihat dari appraisal, aset yang diagunkan memiliki sisa nilai untuk pengajuan penambahan pinjaman.

"Jadi ketika mereka ingin mengajukan tambahan, tidak bisa. Sedangkan bila dibiarkan terus menerus seperti ini, keadaan di Bali akan semakin parah," tambahnya.

Dia menilai satu-satunya harapan agar dapat menggerakan roda perekonomian di Bali adalah memberikan pinjaman kembali kepada pengusaha yang masih memungkinkan jaminannya atau yang masih memiliki nilai pagu.

"Saya ambil contoh, katakan sekarang ini nilai aset Rp10 miliar, sisa hutang Rp1 miliar, pastinya ketika pandemi seperti ini akan ada appraisal ulang. Nah appraisal ulang itu katakanlah turun 10 sampai 15 persen, berarti kan masih ada Rp8,5 miliar. Rp8,5 miliar itu pun tidak harus dikeluarkan semua. Artinya kan ada LTV (Loan to Value) yang harus dijaga sama perbankan," kata dia.

Berpatokan pada appraisal ulang, lanjutnya, perbankan dapat menggunakan patokan 50 persen dari nilai LTV. Diakuinya pengusaha tidak akan keberatan dengan kebijakan tersebut. Selain itu, pelaku usaha juga setuju jika nantinya ada pengendapan pinjaman dengan nominal angsuran pokok serta bunga selama setahun.

"Selama satu tahun ya. Pokok plus bunganya disimpan selama satu tahun. Itu yang kita inginkan, supaya OJK mengeluarkan POJK khusus kepada Bali," jelasnya.

Agung mengungkapkan bahwa pengusaha saat ini membutuhkan kepastian regulasi yang memperbolehkan perbankan memberikan keringanan pada analisa kredit bagi pelaku sektor pariwisata.

"Jika menggunakan metode analisa biasa pada saat kejadian luar biasa maka yang dirugikan hanya salah satu pihak saja yaitu debitur," tegasnya.

Baginya, jika permintaan ini disetujui oleh OJK, para pengusaha di Bali akan mampu bertahan dalam waktu satu hingga dua tahun ke depan. Selain itu, dia meyakini akan ada transformasi bisnis usaha di Bali, sehingga tidak lagi bergantung pada satu sektor yakni pariwisata.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Luh Putu Sugiari
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper