Bisnis.com, JAKARTA—Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kembali menyidangkan perkara tumpahan minyak montara antara Kementerian Lingkungan Hidup dengan perusahaan minyak asal Thailand PTTEP.
KLHK (penggugat) menuntut tiga perusahaan Thailand untuk bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di perairan Indonesia.
Ketiga pihak yang digugat KLHK yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) sebagai tergugat I, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) selaku tergugat II dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) sebagai tergugat III.
Persidangan ini sempat ditunda selama tiga bulan lantaran pihak tergugat berasal dari luar wilayah Indonesia. Pasalnya, pemanggilan tergugat dinilai memerlukan waktu.
Adapun sidang perdana perkara dengan klaim total kerugian Rp27,47 triliun ini digelar pada 22 Agustus lalu.
Berdasarkan pantauan Bisnis, pihak penggugat dihadiri oleh Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK Jasmin Ragil Utomo. Jasmin didampingi oleh Praktisi Tim Advokasi Mitigasi Komunitas Hukum Universitas Padjajaran Firyamanzuri dan sejumlah tim dari KLHK.
Sementara itu, pihak tergugat I, II dan III juga tampak di persidangan. Tergugat I dan tergugat II diwakili oleh kuasa hukum Fredrick J. Pinakunary. Sementara itu, tergugat III diwakili oleh pengacara Andi Simangunsong.
Seperti diketahui, tergugat I adalah operator kilang minyak. Sementara itu tergugat II merupakan head office atau induk usahanya dan tergugat III merupakan pemilik atau owner.
Ketiga perusahaan Thailand tersebut digugat karena menyebabkan kerusakan lingkungan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Tergugat I selaku operator dianggap lalai dalam mengoperasikan kilang minyak milik Thailand di Australia.
Kelalalaian tersebut menyebabkan meledaknya unit pengeboran West Atlas di ladang minyak Montara. Oleh sebab itu, terjadi kebocoran minyak mentah ke perairan Australia.
Melubernya minyak berlangsung selama 74 hari sejak 29 Agustus 2009 hingga 3 November 2009. Limbah minyak ini kemudian menyebar ke perairan Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Atas dasar ini, Pemerintah mengajukan gugatan terkait kerusakan dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 27,47 triliun kepada para tergugat.
Rinciannya, ganti rugi materiil senilai Rp23,01 triliun dan biaya pemulihan lingkingan Rp4,46 triliun. Kerusakan dan pemulihan lingkungan yang dimaksud berada di pesisir pantai Desa Tablolong di Kupang, Desa Oenggaut di Rote Ndao dan Desa Daiama di Rote Timur.