Bisnis.com, DENPASAR — Program pemerintah berupa isentif pembelian rumah lewat pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah atau properti di bawah Rp2 miliar diyakini belum akan mampu mendongkrak penjualan properti komersial di Bali pada 2024 mendatang.
Ketua DPD REI Bali I Gede Suardita menilai program tersebut sangat baik dalam upaya mendorong penjualan properti resindensial khususnya kelas menengah. Hanya saja, khusus di Pulau Dewata, masih ada sentimen lain yang menjadi dasar bagi calon pembeli untuk membeli rumah, yakni mengenai suku bunga.
“Sudah bagus niatnya pemerintah, tapi kan sekarang ini suku bunga acuan naik jadi berpotensi membuat suku bunga acuan KPR ikut naik. Akan bagus kalau misalnya bebas PPN tapi suku bunganya tidak naik,” tuturnya ditemui Bisnis, Senin (13/11/2023).
Suardita menambahkan, masuknya musim pemilu juga akan mempengaruhi tingkat penjualan property di destinasi wisata ini. Dia justru memprediksi penjualan akan tertahan karena baik calon pembeli maupun developer akan menahan diri sambil melihat situasi atau wait and see. Meskipun diakuinya bahwa kebutuhan residensial di daerah ini sangat tinggi karenya besarnya backlog perumahan.
Ditaksir backlog perumahan di pulau berpenduduk 4,2 juta jiwa ini mencapai 15.000 unit, dan didominasi perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Suardita justru menilai dampak PPN itu dimungkinkan dirasakan oleh calon pembeli rumah subsidi. Dikarenakan kebutuhan untuk rumah bagi MBR ini masih cukup tinggi dan harganya sangat terjangkau.
Hanya saja, tantangan penyediaan MBR di Bali untuk tahun depan juga akan terasa berat. Keputusan pemerintah memotong anggaran untuk rumah subsidi diperkirakan menyebabkan kuotanya dapat cepat habis pada pertengahan tahun. Jika ini terjadi, pasokan rumah subsidi tahun depan pun ikut terbatas.
Baca Juga
“Kalau demand untuk rumah subsidi akan selalu ada. Satu, rumah itu kebutuhan pokok, dan itu program pasti unggulan pemerintah serta harganya terjangkau bagi masyarakat,” jelasnya.