Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2020, Aset LPD di Bali Turun 3 Persen

Lembaga Perkreditan Desa di Bali mengalami penurunan aset sebesar 3 persen selama 2020 dibandingkan tahun lalu (year on year/YoY) menjadi Rp23,6 triliun.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, DENPASAR - Lembaga Perkreditan Desa di Bali mengalami penurunan aset sebesar 3 persen selama 2020 dibandingkan tahun lalu (year on year/YoY) menjadi Rp23,6 triliun.

Perlu diketahui, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan badan usaha keuangan milik desa adat di Bali. LPD menjadi badan usaha keuangan yang dikecualikan atau tidak tunduk pada Undang Undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Nomor 1 tahun 2013 dan hanya berdasarkan hukum adat di Bali.

Hingga Desember 2020, terdapat 1.493 desa adat di Bali. Dari jumlah desa adat tersebut, lembaga perkreditan desa yang terbentuk mencapai 1.436 LPD atau 96,2 persen dari desa adat yang ada. Namun, yang beroperasi hanya 91,1 persen atau 1.308 LPD. Sebanyak 128 LPD tercatat tidak beroperasi lagi.

Adapun dari 1.308 LPD yang beroperasi di Bali hingga posisi akhir 2020, jumlah yang mengalami penurunan aset ada sebanyak 541 LPD atau sebesar 41,7 persen. Rasio LPD yang mengalami peningkatan aset mencapai 58,3 persen atau sebanyak 757 LPD.

Meskipun demikian, selama 2020, LPD di Bali masih mampu menyalurkan pembiayaan senilai Rp15,98 triliun ke 401.158 debitur atau nilainya tumbuh 0,8 persen YoY. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) LPD mengalami kontraksi sebesar 4,1 persen YoY menjadi Rp19,6 triliun.

Perolehan laba LPD di Bali tercatat anjlok cukup dalam sebesar 27,3 persen YoY menjadi 398,63 miliar. Meskipun demikian, modal LPD tercatat mampu tumbuh 7 persen YoY selama 2020 menjadi Rp4,47 triliun.

Kepala Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LP-LPD) Provinsi Bali I Nengah Karma Yasa mengatakan sebagian besar LPD masih tercatat mampu meningkatkan aset. LPD yang tercatat mengalami penurunan aset adalah yang terdampak pandemi Covid-19 cukup dalam.

"Ada LPD yang turun aset sebesar 30%, tetapi ada juga yang naik," katanya dalam audensi dengan DPRD Bali, Rabu (10/2/2021).

Menurutnya, LPD saat ini membutuhkan dukungan dari masyarakat karena berstatus sebagai lembaga keungan yang dimiliki desa adat. Kondusivitas desa adat menjadi kunci LPD dapat bertumbuh di tengah situasi saat ini.

Apalagi, saat ini, sebagai penyalur kredit ke masyarakat adat, LPD di Bali juga dihadapkan dengan sejumlah kredit bermasalah. Penyelesaian kredit bermasalah tersebut menjadi terkendala karena kondisi masyarakat yang tidak memungkinkan melakukan pembayaran pinjaman. Di satu sisi, penagihan ini kemudian membuat terjadinya selisih paham antara pengurus LPD dengan masyarakat adat.

Bisnis mencatat rasio kredit bermasalah atau non performing loan yang terjadi di LPD cukup tinggi. Bahkan, melebihi rasio NPL perbankan di tengah pandemi. Namun, data tersebut tidak bisa dibagikan.

"Tantangan ini tidak bisa kami cegah, ketika masalah dengan masyarakat tidak isa diselesaikan di desa adat, sehingga harus lapor ke ranah hukum, ini menjadi tantangan bagi LPD. Perlu ada kemauan dari pemerintah adat untuk menyelesaikan maslaah LPD di ranah desa adat," katanya.

Ketua Badan Kerja Sama (BKS) Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Provinsi Bali I Nyoman Cendikiawan mengatakan LPD telah hadir di perekonomian Bali selama 37 tahun lamanya. Di tengah kondisi pandemi, selain membutuhkan pengelolaan likuiditas yang tepat, LPD juga embutuhkan kondusivitas supaya kinerjanya sebagai lembaga keuangan di desa adat dapat terjaga baik.

"Supaya tidak ada isu-isu yang memungkinkan LPD jadi rush, tata kelola dan SOP LPD sudah berjalan seperti yang sudah-sudah, ada pergub maupun perda yang mengayomi," sebutnya.

Ketua Komisi IV DPRD Bali I Gusti Putu Budiarta mengakui LPD merupakan satelit ekonomi masyarakat desa adat Pulau Dewata. LPD merupakan potensi pendapatn bagi desa adat yang tidak memiliki peluang usaha lain untuk dikembangkan. Apalagi, desa adat tidak akan bisa berjalan optimal tanpa LPD karena lembaga perkreditan desa tersebut juga berkontribusi terhadap pembangunan desa.

Adapun dari laba yang diperoleh LPD setiap tahun, 20 persen daintaranya akan disalurkan ke desa adat sebagai dana pembangunan. Sisanya, 60 persen dari perolehan laba akan digunakan untuk saham cadangan, 5 persen untuk dana sosial, dan 5 persen untuk dana pemberdayaan.

Budiarta pun mengharapkan LPD mampu memberikan relaksasi kepada masyarakat yang memiliki kredit bermasalah. Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata membuat masyarakat tidak memiliki penghasilan memadai untuk melunasi pinjaman.

"Ada keuntungan dari LPD akan dibawa ke masyarakat, LPD tidak bisa hilang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper